Selasa 09 Aug 2022 05:40 WIB

Pakar Hukum: Penempatan Irjen Sambo di Mako Brimob Mengarah Proses Pidana

Penangan etik tidak mengenal istilan menahan atau mengurung orang.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus raharjo
Mantan kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo tiba untuk menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Irjen Pol Ferdy Sambo memenuhi panggilan Bareskrim Polri untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana polisi tembak polisi di rumah dinasnya yang menewaskan Brigadir J.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Mantan kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo tiba untuk menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Irjen Pol Ferdy Sambo memenuhi panggilan Bareskrim Polri untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana polisi tembak polisi di rumah dinasnya yang menewaskan Brigadir J.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, mantan kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo (FS) bisa saja dipecat dari profesinya jika dugaan pelanggaran etik yang dilakukannya terbukti dalam pemeriksaan. Menurut Abdul, pemecatan merupakan sanksi paling tinggi bagi yang melanggar etika profesi.

Untuk diketahui, Irjen Ferdy Sambo dibawa ke Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok untuk diperiksa Tim Inspektorat Khusus (Irsus). Hal ini terkait pelanggaran etik berupa dugaan penghilangan CCTV dalam pengungkapan dan penyidikan kasus dugaan pembunuhan Brigadir J.

Baca Juga

"Proses etik itu teguran atas perilaku tidak sesuainya perilaku seseorang dengan etika profesinya, yang hukuman tertingginya dipecat dari profesi," kata Abdul saat dihubungi, Senin (8/8/2022).

Abdul menuturkan, hal itu pun terlihat dari keputusan tim Irsus yang menempatkan Irjen Ferdy di Mako Brimob selama 30 hari ke depan. Menurutnya, penempatan tersebut juga mengarah pada proses penanganan hukum pidana.

"Jadi meskipun cover-nya pemeriksaan kasus etik, menurut saya proses pidana sudah jalan. Demikian juga penambahan tersangka (Brigadir) RR selain (Bharada) E," jelas Abdul.

"Menurut saya, penangkapan yang melebihi 24 jam itu ditahan dalam proses pidana, karena etik itu tidak mengenal istilah menahan atau mengurung orang," sambungnya menjelaskan.

Selain itu, Abdul mengatakan, Irjen Sambo ditempatkan di Mako Brimob untuk penjagaan yang lebih ketat. Sebab, ia termasuk dalam perwira tinggi Polri. "Karena FS termasuk petinggi di Polri juga, maka penahanannya harus di tempat yang penjagaannya lebih ketat, karena tidak mustahil bisa terjadi juga ada pengerahan pasukan yang merupakan simpatisan FS," ujarnya.

Sebelumnya, Polri membantah Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo dibawa ke Mako Brimob, dalam status tersangka dan ditahan terkait penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua (J). Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Irjen Dedi Prasetyo menjelaskan, Irjen Sambo dibawa ke Mako Brimob, untuk diperiksa oleh tim Inspektorat Khusus (Irsus) terkait dugaan pelanggaran etik. Yakni berupa pengrusakan alat-alat bukti dalam pengungkapan dan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J.

Dedi mengatakan, Irjen Sambo dibawa ke Mako Brimob, setelah tim Irsus memeriksa 10 saksi dan memiliki bukti-bukti kuat atas keterlibatannya dalam penghambatan penyidikan kematian Brigadir J. Tim Irsus, menguatkan dugaan terhadap Irjen Sambo, yang diduga melakukan pelanggaran kode etik, berupa penghilangan CCTV, dan ‘pembersihan’ TKP.

“Terhadap perbuatan Irjen Pol FS (Ferdy Sambo) yang diduga melakukan pelanggaran prosedur dalam penanganan tindak pidana (pembunuhan) Brigadir J, di rumah dinas Duren Tiga,” kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (6/8/2022) malam.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement