Rabu 10 Aug 2022 05:11 WIB

Pemerintah Siapkan Sejumlah Strategi Hadapi Ancaman Krisis Pangan

Kementan menyiapkan sejumlah strategi dalam menghadapi ancaman krisis pangan global

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Petani mengupas jagung yang baru dipanen di Cianjur, Indonesia, 14 Maret 2022. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan sejumlah strategi dalam menghadapi ancaman krisis pangan global.
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
Petani mengupas jagung yang baru dipanen di Cianjur, Indonesia, 14 Maret 2022. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan sejumlah strategi dalam menghadapi ancaman krisis pangan global.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan sejumlah strategi dalam menghadapi ancaman krisis pangan global. Strategi itu mulai dari peningkatan produksi, diversifikasi pangan, penguatan stok, hingga modernisasi pertanian.

Direktur Serelia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Ismail Wahab dalam diskusi bertajuk Menangkis Ancaman Krisis Pangan Global yang diselenggarakan Pataka secara daring di Jakarta pada Selasa (9/8/2022) mengatakan peningkatan kapasitas produksi pertanian yang harus dilakukan pada pangan pokok khususnya padi, jagung, dan kedelai.

Baca Juga

"Yang pertama peningkatan kapasitas produksi. Kita selalu menjaga produksi pangan pokok kita harus selalu tersedia dan harus surplus. Padi, jagung, dan kedelai kita berusaha mencoba memenuhi," kata Ismail.

Hingga saat ini, Indonesia baru bisa memenuhi kebutuhan beras dari dalam negeri selama tiga tahun berturut-turut tanpa perlu impor. Sementara untuk jagung konsumsi dan kedelai masih banyak tergantung dengan impor. Ismail mengatakan pemerintah berupaya mensubstitusi jagung pangan impor dengan produksi dalam negeri.

Dia menerangkan tantangan pemenuhan jagung pangan dari dalam negeri terletak di pengelolaan pascapanen untuk membuat jagung rendah kandungan senyawa beracun bernama aflatoksin. Namun pemenuhan jagung untuk pakan ternak, kata Ismail, Indonesia tidak pernah impor selama tiga tahun.

Sedangkan untuk pemenuhan kedelai, lanjut dia, pemerintah membuat peta jalan penanaman tanaman kedelai hingga 1,5 juta hektare sampai tahun 2026. Produksi kedelai di lahan seluas tersebut diyakini bisa memenuhi kebutuhan kedelai nasional tanpa harus impor.

Upaya antisipasi terhadap ancaman krisis pangan lainnya yaitu melalui diversifikasi pangan. Menurut Ismail, konsumsi beras per kapita harus turun dan digantikan dengan sumber pangan pokok lainnya seperti singkong, sagu, maupun sorgum yang produksinya melimpah di Tanah Air.

Upaya selanjutnya adalah penguatan cadangan dan sistem logistik pangan. Menurut Ismail, Indonesia harus memiliki lumbung pangan mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten-kota, provinsi, hingga nasional. Selain itu juga diperlukan modernisasi pertanian baik dari segi alat dan juga sumber daya manusia.

Ismail mengatakan perlu ada regenerasi petani muda menggantikan petani yang rata-rata sudah lanjut usia. Petani muda diharapkan memanfaatkan konsep pertanian modern dalam menggarap lahan agar bisa meningkatkan kapasitas produksi sekaligus meningkatkan kualitas hasil panen.

Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Ali Usman mengatakan perlunya langkah konkret dalam mengimplementasikan strategi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Menurut dia, pemerintah perlu berkolaborasi dengan pihak terkait baik itu BUMN pangan maupun pihak swasta dalam upaya meningkatkan produksi pangan dalam negeri.

"Tidak hanya di kementerian, tapi butuh kolaborasi aksi dengan BUMN dan dengan stakeholder atau pelaku usaha lainnya," kata Ali. Dia menekankan pentingnya modernisasi pertanian dan penggunaan benih varietas unggulan agar digunakan oleh seluruh petani Indonesia guna meningkatkan produksi dalam negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement