Selasa 09 Aug 2022 19:03 WIB

RI Mampu Swasembada Beras, Begini Jurus Kementan Pertahankan Surplus

Kementan menyebut swasembada berasal berawal dari peningkatan indeks pertanaman

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Indonesia tercatat mengalami swasembada beras sejak 2019 dan diprediksi kembali surplus pada 2022. Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, sejumlah kebijakan Kementan sudah membuahkan hasil sehingga Indonesia mampu menutup keran impor beras umum.
Foto: Kementan
Indonesia tercatat mengalami swasembada beras sejak 2019 dan diprediksi kembali surplus pada 2022. Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, sejumlah kebijakan Kementan sudah membuahkan hasil sehingga Indonesia mampu menutup keran impor beras umum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia tercatat mengalami swasembada beras sejak 2019 dan diprediksi kembali surplus pada 2022. Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, sejumlah kebijakan Kementan sudah membuahkan hasil sehingga Indonesia mampu menutup keran impor beras umum.

Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Ismail Wahab, mengatakan, pemerintah telah melakukan gerakan untuk meningkatkan indeks pertanaman. Dari semula hanya dua kali menjadi tiga kali, dan tiga kali menjadi empat kali.

Baca Juga

"Ini menjadi cara kita untuk menambah kapasitas produksi kita," kata Ismail dalam webinar Pataka, Selasa (9/8/2022).

Baca juga: RI Swasembada Beras karena Banyak Konsumen Beralih ke Gandum, Pakar: Mengkhawatirkan

Ismail mengatakan, Indonesia setidaknya harus berupaya untuk meningkatkan produksi beras minimal 800 ton per tahun. Peningkatan itu untuk mengimbangi peningkatan jumlah penduduk yang disertai banyaknya konversi lahan ke non pertanian.

Selain itu, ia memaparkan, penggunaan benih varietas unggul juga sangat membantu Indonesia mempertahankan produksi beras. Varietas yang sebelumnya paling banyak digunakan yakni varietas Ciherang.

Namun, proporsi penggunaan Ciherang hanya tersisa 19 persen karena tergantikan oleh Inpari 32 dan Inpari 42 yang lebih tinggi produktivitasnya. Ia mengatakan, penggunaan varietas itu berdampak pada kenaikan produktivitas sekitar 0,7 persen hingga 1,07 persen.

Di sisi lain, kurun waktu 2019-2021, lahan puso atau gagal panen total akibat hama maupun bencana lama hanya sekitar 0,83 persen hingga 0,96 persen.

"Ini jauh diambang batas toleran 4 persen. Ini tidak terlepas dari kemurahan Ilahi, negara lain alami kekeringan, kita kondisinya kemarau cukup basah untuk menanam padi," ujar dia.

Kementan di sisi lain juga terus melakukan bimbingan teknis secara intensif bagi para petani. Kelembagaan petani, kata dia, diperkuat ke arah korporasi dan dikawal oleh penyuluh Kostratani Kementan.

Bimbingan itu mempermudah petani melakukan alih teknologi terutama pada pemupukan organik dan hama penyakit secara alami. Hingga saat ini, rata-rata produktivitas padi nasional masih dikisaran 5,1 ton hingga 5,2 ton per hektare. Angka itu merupakan yang tertinggi kedua di kawasan Asean.

Namun, Ismail menegaskan, Kementan sedang gencar mengejar peningkatan produktivitas hingga dapat menyentuh 6 ton per hektare rata-rata nasional.

"Jadi selama 3 tahun terakhir (2019-2021) Indonesia tidak impor beras umum, harga stabil," kata dia.

Ia pun menegaskan, swasembada beras yang dimaksud adalah untuk beras umum. Sementara, untuk beras kualitas khusus yang peruntukkannya untuk keperluan khusus industri tidak diatur. Namun, ia menegaskan, impor beras khusus cukup kecil yakni di bawah 1 juta ton.

Tercatat pada tahun 2019 lalu Indonesia tidak mengimpor beras karena produksi surplus. Produksi beras nasional mencapai 31,31 juta ton. Memasuki 2020, produksi naik signifikan mencapai 31,5 juta ton. Adapun untuk tahun 2021, produksi mengalami penurunan menjadi 31,36 juta ton.

Data produksi beras dirilis resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menghitung produksi menggunakan Kerangka Sampel Area (KSA).

Adapun di tahun 2022, BPS memproyeksi surplus beras akan kembali dicapai. Dari hasil Survei Cadangan Beras Nasional 2022 (SCBN), BPS menyampaikan,  stok beras nasional periode 31 Maret 2022 mencapai 9,11 juta ton beras. Selanjutnya pada 30 April atau menjelang lebaran meningkat 10,15 juta ton dan stok pada akhir Juni atau pasca lebaran menjadi 9,71 juta ton.

Khusus stok beras pada bulan Juni 2022 sebagian besar berada di institusi rumah tangga yang mencapai 6,6 juta ton, kemudian di pedagang 1,04 juta ton, Bulog 1,11 juta ton, penggilingan 0,69 juta ton dan di Horeka maupun industri sebesar 0,28 juta ton.

"Hasil SCBN 2022 telah mengkorfirmasi posisi surplus beras periode 2019 smpai dengan Juni 2022 dengan menggunakan KSA BPS. Stok beras kita mencukupi dan akan terus bertambah seiring dengan adanya panen tiap bulan hingga akhir Desember 2022. Indonesia Swasembada Beras," katanya Deputi Statistik Distribusi BPS, Habibullah, Senin (9/8/2022).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement