REPUBLIKA.CO.ID,JOHANNESBURG -- Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Naledi Pandor mengatakan, rakyat Palestina layak mendapatkan perhatian yang sama dari masyarakat internasional seperti yang diterima oleh rakyat Ukraina. Pandor melontarkan pernyataan tersebut dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken, di Johannesburg pada Senin (8/8/2022).
"Tidak ada seorang pun di Afrika Selatan yang mendukung perang. Kami
ingin melihat upaya intensif untuk meningkatkan diplomasi dan merundingkan penyelesaian konflik yang mengerikan ini," ujar Pandor, dilansir Middle East Monitor, Rabu (10/8/2022).
Pandor menambahkan, pemerintah Afrika Selatan percaya bahwa semua prinsip yang melekat pada Piagam PBB dan hukum humaniter internasional harus ditegakkan untuk semua negara, bukan hanya segelintir negara. Dia menegaskan, rakyat Palestina berhak atas wilayah dan kebebasan mereka.
“Sama seperti rakyat Ukraina, rakyat Palestina juga berhak atas wilayah dan kebebasan mereka. Dan kita harus sama-sama prihatin dengan apa yang terjadi pada rakyat Palestina seperti halnya dengan apa yang terjadi pada rakyat Ukraina," kata Pandor.
Setidaknya 44 orang, termasuk 15 anak-anak di Gaza tewas dalam serangan udara Israel yang terjadi pada Jumat (5/8/2022) dan berlanjut hingga Ahad (7/8/2022). Ratusan orang terluka dan beberapa rumah hancur di Jalur Gaza akibat serangan Israel. Kelompok Jihad Islam menembakkan lebih dari 1.000 roket ke Israel, sehingga membuat penduduk daerah selatan dan kota-kota besar termasuk Tel Aviv melarikan diri ke tempat penampungan.
Israel dan kelompok bersenjata Jihad Islam Palestina (PIJ) telah mengumumkan gencatan senjata, untuk mengakhiri serangan di Gaza yang berlangsung selama tiga hari mulai Jumat (5/8/2022) hingga Ahad (7/8/2022). Gencatan senjata dimulai pada Ahad pukul 23:30 waktu setempat.
Gencatan senjata pada Ahad dimediasi oleh Mesir, dengan bantuan dari PBB dan Qatar. Sekretaris Jenderal Jihad Islam, Ziad al-Nakhala, mengatakan salah satu perjanjian kunci dalam gencatan senjata itu adalah Mesir memberikan jaminan akan membebaskan dua pemimpin Jihad Islam yang ditahan oleh Israel.
Israel memfokuskan operasinya melawan Jihad Islam, yang didukung Iran. Israel melakukan operasi dengan berhati-hati untuk menghindari konfrontasi langsung dengan kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza.
Jihad Islam telah menolak berkompromi dengan Israel. Mereka juga menolak untuk mengambil bagian dalam pemilihan Otoritas Palestina. Pertempuran dengan Israel telah memperkuat klaim Jihad Islam untuk berada di garis depan dalam perang melawan Israel.