REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Ketua House of Representatives Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi membela keputusannya mengunjungi Taiwan pekan lalu. Menyusul adanya kecaman dan protes dari Beijing, ia menyebut Presiden China Xi Jinping bertindak seperti bully atau perundung.
Meski kunjungannya telah memicu ketegangan di Selat Taiwan, Pelosi menekankan, lawatannya ke Taipei disambut baik oleh masyarakat di sana. “Masyarakat Taiwan menyambut baik kunjungan itu. Pemerintah China mungkin tidak (menyambut). Tapi China tidak akan diizinkan untuk mengisolasi Taiwan,” ucapnya, Selasa (9/8/2022), dikutip laman United Press International.
Dia kemudian melayangkan cibiran kepada Xi Jinping. “Presiden China bertindak seperti bully (perundung) dan memiliki rasa tidak amannya sendiri. (Namun) itu tidak berarti saya akan membiarkannya mengatur jadwal saya untuk anggota Kongres,” kata Pelosi.
Pelosi mengunjungi Taiwan pada 2-3 Juli lalu. Dia menjadi ketua House of Representatives AS pertama yang datang ke Taipei sejak 1997. Saat berada di sana, Pelosi melakukan beberapa pertemuan, termasuk dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen. Pada kesempatan itu, Pelosi menekankan bahwa AS tidak akan meninggalkan Taiwan.
China memprotes keras kunjungan Pelosi. Beijing diketahui mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Taipei menolak klaim tersebut. Sehari setelah Pelosi meninggalkan Taiwan, China menggelar latihan militer besar-besaran di sekitar Selat Taiwan. Latihan itu berlangsung empat hari berturut-turut, yakni dari 4 hingga 7 Juli.
Dalam latihan itu, China mengerahkan seluruh armada darat, laut, dan udara. Beijing bahkan meluncurkan rudal balistik. Terakhir kali China menembakkan rudal di sekitar Selat Taiwan terjadi pada 1996. Latihan militer oleh Negeri Tirai Bambu seketika memanaskan tensi di sekitar kawasan tersebut.
Perdana Menteri Taiwan Su Tseng-chang mengatakan, China telah secara brutal menggunakan tindakan militer untuk mengganggu perdamaian dan stabilitas regional. “Kami tidak akan pernah tunduk pada tekanan. Kami menjunjung tinggi kebebasan dan demokrasi, serta percaya bahwa warga Taiwan tidak menyetujui tindakan intimidasi China dengan kekerasan dan gemerincing pedang di depan pintu kami,” ucapnya kepada awak media pada 7 Juli lalu, dilaporkan Bloomberg.