REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Nawir Arsyad Akbar, Antara
Kematian Brigadir Nofryansyah Yoshua Hutabarat atau J di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sedari awal disebut terjadi karena dugaan pelecehan seksual. Berbagai spekulasi muncul terutama terkait hubungan Brigadir J dengan istri Irjen Sambo.
Kemarin malam, pascapenetapan tersangka Ferdy Sambo, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyinggung sedikit mengenai motif pembunuhan Brigadir J. "Soal motif biar nanti dikonstruksi hukumnya. Karena itu sensitif, mungkin hanya boleh didengar oleh orang-orang dewasa," kata Mahfud dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (9/8/2022) malam.
"Biar nanti dikonstruksi oleh polisi apa sih motifnya. Karena kan sudah banyak di tengah masyarakat," sambungnya.
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto lewat pesan singkatnya kepada Republika, Rabu (10/8/2022), mengatakan berdasar hasil penyidikan sementara atas dua pelaporan dari Irjen Sambo dan Nyonya Sambo terkait pencabulan dan ancaman kekerasan, tim penyidik sampai saat ini tak menemukan bukti adanya peristiwa tersebut. “Tidak ada fakta itu (pelecehan seksual) dan ancaman kekerasan,” ujar Agus.
Karena tak ada faktanya, kata Agus, penyidikan kasus dari dua pelaporan Irjen Sambo dan Nyonya Sambo tersebut berpotensi dihentikan. “Kalau faktanya tidak ada, ya mau diapakan kasusnya?” kata Agus melanjutkan.
Ketika ditanya, apakah dengan ketiadaan fakta atas dugaan pelecehan seksual dan ancaman kekerasan kepada Nyonya Sambo itu membuat Bareskrim Polri akan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3) terkait penyidikan kasus tersebut? Agus mengatakan, hal tersebut memang belum dilakukan.
Tetapi, kata dia, akan ada evaluasi lengkap terkait penanganan dua kasus tersebut. “Akan ada evaluasi, dan audit oleh Tim Khusus terkait penyidikan kasus itu atas permintaan dari penyidik,” terang Agus.
Bareskrim Polri akan melakukan evaluasi terkait penyidikan terpisah, dua kasus yang menjadi irisan lain dalam pengungkapan pembunuhan Brigadir J. Dua penyidikan kasus tersebut yakni menyangkut dengan pelaporan dari Irjen Sambo dan isterinya Putri Candrawathi Sambo ke Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel) terkait dugaan pelecehan seksual dan pencabulan, serta ancaman kekerasan juga ancaman pembunuhan terhadap Nyonya Sambo.
Dua pelaporan dugaan amoral dan kriminal tersebut menjadikan Brigadir J sebagai terlapor dengan sangkaan Pasal 335, dan Pasal 289 KUH Pidana. Kasus tersebut ditangani oleh Polres Jaksel sejak Senin (11/7/2022). Dalam pernyataan resmi Polres Jaksel menjadikan dua pelaporan tersebut sebagai motif peristiwa penyebab tewasnya Brigadir J, yang ditembak mati oleh Bharada Richard Eliezer (E).
Dua kasus tersebut, pada Selasa (19/7/2022), sempat diambilalih penyidikannya oleh Polda Metro Jaya. Pengambilalihan berproses dengan dilakukannya gelar perkara dan rekonstruksi di tempat kejadian perkara (TKP) kematian Brigadir J, di rumah dinas Irjen Sambo di Duren Tiga, Jaksel, pada Kamis (21/7/2022) dan Jumat (22/7/2022).
Sepekan setelah itu, pada Jumat (29/7/2022), Mabes Polri mengumumkan supervisi terhadap dua kasus tersebut dengan pengambilalihan penyidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
Kabareskrim, Komjen Agus menerangkan, dari dua kasus dari pelaporan Irjen Sambo dan Nyonya Sambo tersebut mulanya bakal disatukan proses penyidikan dengan penanganan kasus atas pelaporan keluarga Brigadir J ke Bareskrim Polri, Senin (18/7/2022). Berbeda dengan pelaporan Keluarga Sambo, pelaporan oleh tim pengacara Keluarga Brigadir J melaporkan dugaan pembunuhan, pembunuhan berencana, dan penganiayaan yang menghilangkan nyawa dalam kematian Brigadir J.
Akan tetapi, Agus melanjutkan, dari fakta-fakta penyidikan lengkap atas tiga pelaporan tersebut, yang menguat pembuktiannya, adalah terkait dengan pelaporan keluarga Brigadir J. Yaitu, menyangkut soal pembunuhan berencana dan pembunuhan Brigadir J.
Dugaan pelecehan seksual dan ancaman pembunuhan ke istri Ferdy Sambo juga sulit dibuktikan karena Putri Candrawathi dinilai kurang kooperatif. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan istri Sambo kurang kooperatif dalam memberikan keterangan kepada instansi tersebut.
"LPSK merasa, ya memang kurang kooperatif ibu ini," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi di Jakarta, Rabu (10/8/2022). LPSK telah dua kali bertemu langsung dengan Putri untuk melakukan asesmen dan investigasi terkait dengan kasus kematian Brigadir J. Namun, dari dua pertemuan itu, Putri tidak memberikan keterangan apa pun kepada LPSK.
Jika Putri Candrawathi tetap tidak kooperatif, maka besar kemungkinan LPSK akan membatalkan permohonan perlindungan yang telah diajukannya beberapa waktu lalu. Namun, Hasto mengatakan, apabila nanti permohonan perlindungan yang diajukan ditolak LPSK dan sewaktu-waktu yang bersangkutan ingin kembali mengajukan permohonan perlindungan, maka hal tersebut masih memungkinkan dilakukan. "Kalau misalnya suatu saat Ibu P (Putri Candrawathi) ini merasa masih memerlukan perlindungan, ya bisa ajukan lagi," ujar Hasto.
Terpisah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI meminta dukungan dari Komnas Perempuan untuk penyelidikan dan pendalaman dalam mengusut kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpa istri Sambo. "Kami meminta kesediaan Komnas Perempuan untuk membantu dan mendukung proses penyelidikan dalam mengungkap masalah ini," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Taufan menegaskan pelibatan dan dukungan dari Komnas Perempuan dalam rangka mengedepankan standar hak asasi, norma hak asasi, dan sensitivitas terhadap korban agar bisa dipenuhi.