Kamis 11 Aug 2022 13:12 WIB

AS Tuding IRGC Rencanakan Pembunuhan Mantan Pejabat Gedung Putih

IRGC Iran berencana untuk membunuh mantan Penasihat Keamanan Nasional John Bolton

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
John Bolton
Foto: AP
John Bolton

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pihak berwenang Amerika Serikat (AS) menuduh seorang anggota Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran berencana untuk membunuh mantan Penasihat Keamanan Nasional John Bolton. Rencana pembunuhan ini kemungkinan sebagai aksi pembalasan atas pembunuhan komandan tinggi IRGC, Qassem Soleimani pada 2020.

Pada Rabu (10/8/2022) waktu setempat, Departemen Kehakiman AS mengungkapkan tuduhan terhadap seorang agen Iran, Shahram Poursafi. Departemen Kehakiman menuduh Poursafi menawarkan bayaran sebesar 300 ribu dolar AS kepada seorang individu tak dikenal yang tinggal di AS untuk melakukan pembunuhan di Washington, DC atau Maryland.

Bolton menjabat sebagai penasihat keamanan nasional di bawah mantan Presiden Donald Trump. Tetapi dia meninggalkan jabatannya sebelum serangan pesawat tak berawak AS membunuh Soleimani di Baghdad pada Januari 2020.

 “Korps Pengawal Revolusi Islam Iran, melalui terdakwa, mencoba membuat rencana yang berani yaitu membunuh seorang mantan pejabat AS di tanah AS sebagai pembalasan atas tindakan AS,” ujar seorang pengacara untuk Washington, Matthew Graves, dilansir Aljazirah, Kamis (11/8).

“Iran dan pemerintah musuh lainnya harus memahami bahwa Kantor Kejaksaan AS dan mitra penegak hukum kami akan melakukan segala daya kami untuk menggagalkan plot kekerasan dan membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan," kata Graves menambahkan.

Teheran menolak tuduhan AS tersebut. Teheran menilai tuduhan AS sangat konyol dan tidak berdasar.

“Iran memperingatkan tindakan apa pun terhadap warga Iran dengan dalih tuduhan konyol dan tidak berdasar ini,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani.

Menurut Departemen Kehakiman, agen Iran itu memiliki target lainnya dan dia akan membayar 1 juta dolar AS kepada pihak lain untuk membunuh target tersebut. Namun Departemen Kehakkman tidak memberikan rincian mengenai siapa yang akan menjadi target selanjutnya.

Departemen Kehakiman mengatakan, Poursafi telah menjadi buron dan dia  mungkin diadili atas dua tuduhan. Termasuk menyediakan dan berusaha memberikan dukungan material untuk rencana pembunuhan transnasional. Poursafi menghadapi hukuman penjara 15 tahun atas tuduhan itu.  

Mantan perwira intelijen CIA, Glenn Carle, mengatakan, tanggapan apa pun atas pembunuhan Soleimani akan menargetkan orang-orang dengan level yang cukup sepadan" dengan sang jenderal. Sementara itu, Gedung Putih memperingatkan bahwa Teheran akan menghadapi konsekuensi berat jika menargetkan orang Amerika.

 “Jika Iran menyerang salah satu warga negara kami, termasuk mereka yang terus melayani Amerika Serikat atau mereka yang sebelumnya bertugas, Iran akan menghadapi konsekuensi yang berat," ujar Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan.

Pada Rabu, Bolton berterima kasih kepada lembaga penegak hukum karena menggagalkan dugaan plot pembunuhan atas dirinya. Dia mengecam upaya pemerintah AS saat ini untuk menghidupkan kembali pakta nuklir 2015.

"Senjata nuklir dan kegiatan teroris Iran adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Amerika memasuki kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 yang gagal, dan akan menjadi luka yang ditimbulkan bagi diri kita sendiri dan sekutu terdekat kita di Timur Tengah. Saya tetap berkomitmen untuk memastikan hal itu tidak terjadi," ujar Bolton.

Iran menuduh AS memiliterisasi Timur Tengah dengan menjual dan menyediakan senjata bernilai miliaran dolar kepada Israel serta negara-negara Teluk Arab. Iran menepis tuduhan Barat bahwa mereka sedang berupaya membangun senjata nuklir.

Washington dan Teheran mendorong untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 , dengan imbalan pencabutan sanksi terhadap ekonomi Iran. Pada 2018 di bawah pemerintahan Trump, AS menarik diri dari perjanjian tersebut dan menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Iran. Sebagai tanggapan, Teheran telah meningkatkan program nuklirnya jauh melampaui batas seperti yang ditetapkan oleh pakta perjanjian tersebut.

Pembicaraan tidak langsung antara Teheran dan pemerintahan Presiden AS Joe Biden dilanjutkan secara singkat di Wina pekan lalu. Uni Eropa menawarkan “teks terakhir” untuk memulihkan kesepakatan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement