Kamis 11 Aug 2022 13:36 WIB

Indonesia Diprediksi Jadi Pemimpin Ekosistem Kripto di Asia Tenggara

Mata uang kripto hingga hari ini masih merupakan aset investasi yang spekulatif.

Dunia Kripto (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Dunia Kripto (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pakar keuangan dari Boston University, Profesor Irena Vodenska, PhD CFA memprediksi Indonesia akan menjadi pemimpin sentral ekosistem kripto dan blockchain di Asia Tenggara. "Ekosistem mata uang kripto di Indonesia terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Indonesia diprediksi akan menjadi pemimpin sentral ekosistem kripto dan blockchain di Asia Tenggara," kata Prof Irena Vodenska, dalam acara 7th International Conference on Management in Emerging Markets (ICMEM) 2022 yang digelar oleh Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) secara virtual, Kamis (11/8/2022).

Irena mengatakan, setiap negara punya pertimbangannya masing-masing dalam pengadopsian mata uang kripto. Di Amerika Serikat, kata dia, kesadaran untuk menggunakan mata uang kripto sudah terbangun sejak 2013 dan hal tersebut didasarkan atas pemahaman dan perlakuan Bitcoin yang sudah dianggap sama seperti sebuah properti.

Baca Juga

Sementara di Australia, masyarakat setempat sedang mengadopsi teknologi transaksi bitcoin dan mata uang kripto dengan rentang waktu penerapan dua tahun.Swiss adalah salah satu negara yang menjadi rumah dari perusahaan top teknologi blockchain di dunia dan bahkan Switzerland bisa disebut sebagai "CryptoValley" yang serupa dengan Silicon Valley di Amerika Serikat.

Swiss menawarkan platform yang sangat kuat untuk peningkatan pertumbuhan ekosistem mata uang kripto global, mulai dari infrastruktur yang mumpuni, talenta kerja kelas dunia dan lain sebagainya. Selain itu, akses terhadap pemerintahan yang ramah kripto lewat penerimaan pembayaran pajak dengan mata uang kripto dan sistem pemilihan berbasis blockchain. 

Jepang adalah pemimpin dari penerapan mata uang kripto dalam sistem hukum negaranya. "Jepang juga memiliki jumlah trader bitcoin terbesar dengan akumulasi total transaksi mencapai 40 persen transaksi bitcoin dunia di Q4 pada 2017," kata Irena.

China menerima teknologi terkait dengan tangan terbuka dan saat ini China merupakan rumah bagi berbagai usaha rintisan berbasis blockchain. "Dari sisi perbankan, terdapat konsorsium yang menyatakan akan maju dan mendalami blockchain, terakhir dari sisi pemerintah, mereka secara aktif mendukung top cryptocurrency dan smart contact platform," kata dia.

Meski demikian, kata Prof Irena, mata uang kripto hari ini masih merupakan aset investasi yang spekulatif. Hal tersebut mengacu pada kondisi natural dari mata uang kripto hari ini yang masih belum stabil dan volatilitas dari nilai mata uang yang cepat justru bisa menimbulkan ketidakpastian bahkan kekacauan.

"Penerapan mata uang digital diharapkan dapat berjalan di seluruh dunia untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama," kata Irena.

Pada dasarnya penggunaan teknologi yang berkembang dalam sektor keuangan ini bisa berpotensi mencapai tujuan dari prinsip berkelanjutan.Terutama dalam menumbuhkan dan mempromosikan proyek-proyek berbasis pembangunan yang berkelanjutan.

Pada akhirnya, isu-isu seperti perubahan iklim, penumpukan sampah serta masalah lingkungan serta pemerintahan lainnya bisa teratasi dengan baik.Namun, menurut Irena, hingga hari ini dan beberapa tahun ke depan, penggunaan mata uang digital tidak akan menggantikan secara utuh uang yang ada.

"Orang tidak bisa dipaksa untuk menggunakan mata uang digital. Karena hal tersebut dapat menimbulkan ketidakadilan bagi banyak pihak. Dengan demikian, penggunaan mata uang digital dan mata uang negara-negara perlu digunakan secara bersamaan," kata dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement