Kamis 11 Aug 2022 15:44 WIB

Persentase Penduduk RI Miliki Antibodi Covid-19 Meningkat Jadi 98,5 Persen

Peningkatan antibodi Covid-19 di masyarakat dinilai menjadi bukti pentingnya booster.

Red: Andri Saubani
Vaksinator menyiapkan vaksin COVID-19 penunjang (booster) Sinopharm sebelum disuntikkan kepada penyandang disabilitas di kantor kecamatan Klojen, Malang, Jawa Timur, Kamis (4/8/2022). Vaksinasi dosis ketiga tersebut diadakan sebagai upaya meningkatkan capaian vaksinasi booster di Jawa Timur yang menurut catatan Dinas Kesehatan Jatim masih berjumlah 7,068 juta orang atau sekitar 22 persen dari total penerima berjumlah 31,8 juta jiwa.
Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Vaksinator menyiapkan vaksin COVID-19 penunjang (booster) Sinopharm sebelum disuntikkan kepada penyandang disabilitas di kantor kecamatan Klojen, Malang, Jawa Timur, Kamis (4/8/2022). Vaksinasi dosis ketiga tersebut diadakan sebagai upaya meningkatkan capaian vaksinasi booster di Jawa Timur yang menurut catatan Dinas Kesehatan Jatim masih berjumlah 7,068 juta orang atau sekitar 22 persen dari total penerima berjumlah 31,8 juta jiwa.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah

Sebanyak 98,5 persen penduduk Indonesia berusia 1 tahun ke atas sudah memiliki antibodi terhadap Covid-19. Hal tersebut diketahui dari survei serologi yang diumumkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Tim Pandemi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), Kamis (11/8/2022).

Baca Juga

Hasil ini meningkat dibandingkan survei serologi pada Desember 2021 yang mendapatkan tingkat antibodi penduduk Indonesia sebesar 87,8 persen. Ahli Epidemiologi FKM UI, Pandu Riono mengatakan pemberian vaksinasi Covid-19 dosis ketiga menjadi penyebab meningkatnya antibodi terhadap Covid-19.

"Hasil survei itu mengindikasikan atau mendukung bahwa booster itu sangat penting," kata Pandu dalam Keterangan Pers "Serologi Survei Nasional Ketiga" secara daring, Kamis (11/8/2022).

Namun, lanjut Pandu, hingga kini cakupan booster pertama atau vaksinasi dosis ketiga baru mencapai 28 persen. Angka tersebut masih jauh dari target yang diinginkan yakni sebesar 50 persen. Oleh karena itu, Pandu meminta agar cakupan vaksinasi dosis ketiga dituntaskan terlebih dahulu baru melanjutkan vaksinasi booster kedua untuk masyarakat umum.

"Jangan kita pikirkan dulu booster yang kedua, kita tuntaskan dulu booster pertama," tutur Pandu.

Lebih lanjut Pandu menjelaskan, bila antibodi penduduk Indonesia terbukti sudah mencukupi dengan cakupan vaksinasi booster pertama yang lebih besar, bukan tidak mungkin vaksinasi booster kedua tidak lagi diperlukan.

"Kalau kita sudah bisa menuntaskan (booster pertama) barangkali kita tidak butuh booster kedua. Kita belum tahu, tapi yang sudah jelas bahwa booster pertama itu adalah suatu keharusan kita lakukan. Kita tuntaskan, dalam arti karena dari data mengindikasikan kita berhasil mencapai level kadar antibodi yang cukup tinggi," tutur Pandu.

Berdasarkan hasil survei, Pandu juga meyakini pemberian booster pertama terbukti menekan keparahan gejala pada pasien Covid-19. Hal ini terbukti saat gelombang subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 , meskipun ada peningkatan kasus namun tingkat perawatan di rumah sakit dan kematian akibat Covid-19 tidak setinggi pada gelombang Covid-19 sebelumnya.

"Terbukti kadar tinggi itu mampu menekan dari perjalanan pandemi waktu kita bukan puncak Omicron ini ada BA.4 dan BA.5, angka yang masuk rumah sakit sangat rendah, angka kematian rendah," ujarnya.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, dr. Mohammad Syahril menambahkan, dengan antibodi yang sudah dimiliki bukan berarti melindungi seseorang dari penularan. Pencegahan dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) masih tetap harus dilakukan. 

"Harus tetap prokes, dan perlu diingat penduduk dengan dosis vaksin bertambah memiliki kadar antibodi tiga kali lebih tinggi dibanding penduduk dengan vaksin dosis tetap," tegas Syahril.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement