Kamis 11 Aug 2022 16:07 WIB

Overkuota 23 Persen, Penambahan Kuota Pertalite Tunggu Restu Kemenkeu

BPH Migas menyatakan Pemerintah berencana tambah kuota Pertalite 5 juta kiloliter

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah pengendara motor antre mengisi BBM jenis Pertalite di salah satu SPBU, Kota Bogor, Jawa Barat. Realisasi konsumsi Pertalite sudah lebih dari kuota yang ditetapkan. Rencananya, untuk bisa mencegah kelangkaan pasokan pemerintah akan menambah kuota Pertalite, hanya saja hingga kini masih menunggu keputusan dari Kementerian Keuangan.
Foto: ANTARA/Arif Firmansyah
Sejumlah pengendara motor antre mengisi BBM jenis Pertalite di salah satu SPBU, Kota Bogor, Jawa Barat. Realisasi konsumsi Pertalite sudah lebih dari kuota yang ditetapkan. Rencananya, untuk bisa mencegah kelangkaan pasokan pemerintah akan menambah kuota Pertalite, hanya saja hingga kini masih menunggu keputusan dari Kementerian Keuangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realisasi konsumsi Pertalite sudah lebih dari kuota yang ditetapkan. Rencananya, untuk bisa mencegah kelangkaan pasokan pemerintah akan menambah kuota Pertalite, hanya saja hingga kini masih menunggu keputusan dari Kementerian Keuangan.

Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman menjelaskan BPH mencatat bahwa saat ini realisasi penyaluran Pertalite hingga Juli sudah diatas 23 persen terhadap kuota tahun ini. Begitu pula dengan Solar sudah diatas 14 persen dari kuota yang ditetapkan.

"Saya kira memang ada faktor kecenderungan meningkatnya konsumsi dan memang karena ada shifting konsumsi sejak kenaikan harga Pertamax," ujar Saleh kepada Republika, Kamis (10/9/2022).

Terkait rencana penambahan kuota, kata Saleh terakhir kesepakatan di Komisi VII DPR RI pemerintah bersepakat akan menambah 5 juta Kiloliter untuk Pertalite. Namun, realisasi ini menunggu dari Kementerian Keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Rabu (9/8) mengatakan alokasi APBN 2022 untuk subsidi BBM kian membengkak hingga mencapai Rp 502 triliun.

Ada tiga hal yang membuat alokasi APBN kian membengkak. Selain volume BBM subsidi yang terus naik dari kuota, harga keekonomiannya juga lebih tinggi dari yang sudah diestimasikan, lalu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Itu semuanya memberikan tekanan pada APBN kita di 2022 ini. Meskipun APBN-nya bagus, surplus sampai bulan Juli, tapi tagihannya ini nanti yang kalau volumenya tidak terkendali akan lebih besar di semester II," bebernya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement