REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua (J) untuk sementara berhenti di empat tersangka. Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Andrianto mengatakan, dari hasil penyidikan sementara hingga hari ini, Kamis (11/8), penetapan tersangka sudah mencakup pelaku, aktor utama, pemberi perintah eksekusi hingga pembantu di tempat kejadian perkara.
Kata Agus, saat ini, tim penyidikan Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri tinggal menunggu hasil pemeriksaan dari tim Inspektorat Khusus (Irsus). Tim tersebut sedang dalam proses memeriksa para anggota kepolisian yang terlibat dalam tindak pidana turunan kasus tersebut. Yaitu, pelanggaran etik, dugaan tindak pidana berupa rekayasa kematian Brigadir J, pengaburan fakta, serta perusakan bukti-bukti peristiwa pembunuhan di tempat kejadian (TKP).
“Kalau untuk kasus penembakannya (pembunuhan Brigadir J), tersangkanya, itu sudah lengkap,” ujar Komjen Agus lewat pesan singkatnya.
Empat tersangka yang sudah ditetapkan adalah eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer (RE), dan Bripka Ricky Rizal (RR), serta satu asisten rumah tangga inisial KM. Keempatnya, dijerat dengan sangkaan Pasal 340 KUH Pidana, subsider Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55, dan Pasal 56 KUH Pidana. Sangkaan itu, terkait dengan pidana pembunuhan berencana, subsider pembunuhan, turut serta melakukan pembunuhan, dan memberikan sarana penghilangan nyawa orang lain.
“Sekarang itu, kan kita tinggal tunggu kasus turunannya dari Irsus,” sambung Agus. Tim di Irsus dikepalai oleh Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menerangkan, sampai Kamis (11/8) tercatat sudah 56 anggota kepolisian yang diperiksa melakukan perbantuan menghambat proses penyidikan pembunuhan Brigadir J. Dari 56 itu, kata Dedi, sebanyak 31 orang di antaranya sudah terbukti melakukan pelanggaran etik. “Karena terbukti atas ketidakprofesionalannya di dalam melakukan olah TKP dan diduga melakukan obstruction of justice,” kata Dedi.
Obstruction of justice adalah istilah hukum menyangkut tindak pidana berat yang dilakukan aparat penegak hukum, berupa menghalang-halangi ataupun melakukan dan menghambat terungkapnya suatu peristiwa tindak pidana. “Kalau dari 31 anggota itu sudah ada yang terbukti oleh Irsus, melakukan obstruction of justice, akan diteruskan menjadi tindak pidana,” ujar Dedi.
Mereka yang saat ini terbukti melakukan itu, 11 di antaranya sudah ditahan di ruang isolasi khusus.
Sebanyak 11 anggota yang sudah ditahan tersebut, termasuk di antaranya Irjen Sambo yang diduga menjadi otak dan dalang perintah penghalangan-halangan proses penyidikan. Selain itu, ada dua perwira bintang satu atau setara Brigadir Jenderal (Brigjen), dua pangkat Komisaris Besar (Kombes), tiga dengan kepangkatan AKBP, dua berpangkat Komisaris Polisi (Kompol), dan satu personel AKP. Tiga perwira tinggi dengan pangkat bintang, ditempatkan di sel isolasi di Mako Brimob. Selebihnya, ditempatkan di isolasi khusus di provos.
Proses pemidanaan terhadap penghambatan penyidikan tersebut akan diserahkan kepada Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) untuk dilakukan penegakan hukum. “Nanti dari Dittipidum Bareskrim yang akan memproses pidananya sebagai bagian dari hasil kerja dari Tim Khusus dalam pengungkapan kasus ini,” kata Dedi.
Di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), kelanjutan proses pengungkapan kematian Brigadir J, terus berjalan. Meskipun belum punya kesimpulan, namun lembaga investigasi adhoc itu menilai temuan Polri tentang adanya perekayasaan kasus dan penghalang-halangan dalam proses penyidikan kematian Brigadir J menguatkan indikasi adanya pelanggaran HAM. Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan, obstruction of justice bagian dari pelanggaran HAM secara prosedural.
“Kalau pertanyaannya apakah obstruction of justice itu apakah bagian dari pelanggaran HAM, maka itu bagian dari pelanggaran HAM,” terang Anam.
Namun Komnas HAM, kata Anam, belum sampai pada penelusuran fakta terjadinya penghalang-halangan pengungkapan versi penyidik Polri itu. “Kalau pertanyaannya apakah proses (Komnas HAM) saat ini menemukan itu, kami hanya menemukan indikasinya sangat kuat,” ujar Anam.
Kata dia, tim penyelidikannya akan menjadikan temuan Polri atas penghambatan proses pengungkapan itu dalam kesimpulan akhir dari seluruh proses investigasi kematian Brigadir J.