REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ada beragam jenis penyakit hati, di antaranya adalah riya. Riya juga disebut bisa merusak ibadah. Imam Abu Hamid Al Ghazali menjelaskan ada dua riya yang perlu diketahui, yaitu riya murni dan riya yang sudah tercampur.
Dalam Kitab Minhaj al-Abidin yang diterbitkan oleh Turos, dijelaskan riya murni adalah riya yang dilakukan hanya untuk memperoleh kenikmatan dunia. Sementara riya yang sudah tercampur adalah riya yang dilakukan demi mendapatkan kenikmatan dunia dan kenikmatan akhirat.
Berkenaan dengan dampak yang ditimbulkan kedua macam riya ini, ketahuilah ikhlas dalam beramal akan menjadikan amal sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sementara ikhlas dalam mencari pahala menjadikan amal itu diterima Allah, mendapat balasan yang besar, dan pengagungan di sisi-Nya.
Kemunafikan akan menghapus segala amal kebaikan dan menanggalkan statusnya sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah yang berhak diberi pahala sesuai dengan janji-Nya.
Menurut sebagian ulama, riya murni tidak terdapat pada diri seorang arif (ahli makrifat) dan bisa menghapus setengah pahala.
Sebagian yang lain berpendapat riya murni bisa terdapat pada diri seorang arif dan menghapus separuh kelipatan pahalanya.
Sementara untuk riya yang sudah tercampur akan menghapus seperempat kelipatan pahalanya.
Ada juga yang menyebut riya murni tidak terjadi pada diri orang-orang arif yang sadar akan kenikmatan akhirat. Namun, hal ini bisa saja terjadi saat mereka dalam keadaan lengah.
Riya akan menjadi penghalang diterimanya amal perbuatan dan mengurangi pahala meskipun pengurangannya tidak diketahui secara pasti apakah setengah atau seperempat.
Riya hilangkan pahala
Riya adalah salah satu perbuatan tercela yang dibenci Allah SWT dan Rasulullah SAW. Seperti apa riya Allah SWT telah menjelaskannya dalam beberapa surah dalam Alquran. Di antaranya surat Al Baqarah ayat 264
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir."