REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, meyakini tren harga gandum dunia akan mengalami penurunan mulai Oktober mendatang. Seiring penurunan itu, harga makanan olahan gandum seperti mi dan roti dalam negeri diharapkan tidak mengalami lonjakan.
Zulkifli menuturkan, kenaikan harga gandum dunia yang sempat terjadi akibat panen sebelumnya di sejumlah negara produsen yang tidak optimal. Seperti di Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Di samping itu, perang Rusia-Ukraina juga mengerek kenaikan harga karena pasokan Ukraina yang tertahan di pelabuhan.
Saat ini, ia menilai, pasokan gandum dunia mulai membanjiri pasar. Panen raya kembali terjadi di Australia, Kanada, dan Amerika Serikat.
"Mungkin Oktober sudah turun trennya, turun harganya. Kemarin memang naik sedikit, tapi (sekarang) trennya turun," kata Zulhas, sapaan akrabnya, saat ditemui di Jakarta, Kamis (11/8/2022).
Plt Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Syailendra mengatakan, ketahanan stok gandum Indonesia saat ini yang tersimpan di industri makanan mencapai dua bulan.
Menurutnya, kenaikan harga gandum seharusnya tak begitu mempengaruhi harga produk seperti mi instan. Pasalnya, tepung terigu yang terbuat dari gandum hanya berkontribusi sekitar 15 persen dalam produksi mi instan.
Di tengah tingginya harga saat ini, Syailendra mengatakan, setiap pelaku usaha lebih tahu terkait langkah-langkah yang perlu diambil menyikapi mahalnya harga gandum saat ini. "Pelaku usaha tidak perlu diajari, sudah jago, selain Australia ada Brasil, India, Kanada, mereka akan mencari sumber dan tidak akan salah," katanya.
Mengutip data tradingeconomics.com, rata-rata harga gandum dunia pada Kamis (11/8/2022) sebesar 804,2 dolar AS per gantang. Rata-rata harga sudah mengalami penurunan dibandingkan bulan lalu yang sempat menyentuh 830 dolar AS per gantang. Namun, secara tahuan, rata-rata harga saat ini masih cukup tinggi karena pada periode sama 2021 harga masih berkisar 760 dolar AS.