Kamis 11 Aug 2022 22:59 WIB

Kunjungi Pesantren Alquran Nurhasanat, Ajinomoto Dukung Penerapan Pola Makan Sehat 

Para santri diminta untuk memerhatikan menu makan mereka.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Irwan Kelana
Ajinomoto memberikan informasi mengenai pola makan sehat kepada lebih dari 200 santri dan santriwati Pesantren Alquran Nurhasanat, Karawang, Jawa Barat.
Foto: Dok Ajinomoto Indonesia
Ajinomoto memberikan informasi mengenai pola makan sehat kepada lebih dari 200 santri dan santriwati Pesantren Alquran Nurhasanat, Karawang, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- PT Ajinomoto Indonesia (Ajinomoto) berkomitmen memperbaiki status gizi, serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) anak-anak maupun remaja di Indonesia melalui School Lunch Program yang berlangsung sejak 2018. Melanjutkan komitmen tersebut, Ajinomoto kembali menggandeng Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB), memberikan informasi mengenai pola makan sehat kepada lebih dari 200 santri dan santriwati Pesantren Alquran Nurhasanat, Karawang, Jawa Barat.

Berpegang pada visinya dalam meningkatkan harapan hidup sehat masyarakat Indonesia dan sebagai bentuk kontribusi terhadap permasalahan kekurangan gizi, Ajinomoto mengusung konsep School Lunch Program (SLP). SLP bertujuan untuk memperbaiki status gizi dan menumbuhkan kesadaran perilaku hidup sehat para siswa di sekolah.

“Program ini menggabungkan pemberian makan siang bergizi seimbang dan pendidikan gizi selama 10 bulan secara terus-menerus yang bertujuan untuk memperbaiki penerapan gaya hidup sehat, higienitas, sanitasi, dan gizi yang baik serta keamanan pangan. Dalam program ini, intervensi diet yang dilakukan menggunakan produk Ajinomoto,” kata Head of Public Relations Department PT Ajinomoto Indonesia, Grant Senjaya dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id  baru-baru ini.

Ia menambahkan, hasil yang positif berupa perbaikan status gizi serta penurunan prevalensi status anemia santri di pondok pesantren dapat tercapai melalui program SLP ini. Anemia atau kurang darah merah rentan dialami oleh anak-anak dan remaja, termasuk para santriwati. “Tidak mengherankan, karena kelompok usia tersebut susah mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang dan lebih memilih untuk mengonsumsi junk food atau makanan siap saji, santri dan santriwati juga tidak rutin sarapan serta tidak suka mengonsumsi sayur,” ujarnya.