LPAI Jateng: Ego Sektoral dalam Perlindungan Anak Masih Kuat
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Fernan Rahadi
Perlindungan anak (ilustrasi) | Foto: Republika/Tahta Aidilla
REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Ego sektoral masih menjadi hambatan dalam upaya memberikan perlindungan serta menjamin hak anak yang menjadi korban kekerasan. Tak terkecuali di Kabupaten Semarang.
Sebab untuk menjamin hak-hak anak terlebih yang menjadi korban kekerasan semestinya dibutuhkan peran dan partisipasi banyak pihak sesuai dengan bidang kewenangannya.
Sehingga setiap penanganan yang dilakukan terhadap korban kekerasan pada anak bisa dilakukan secara terpadu dan benar-benar dapat memenuhi hak serta apa yang paling dibutuhkan.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Jawa Tengah, Samsul Ridwan mengungkapkan, dalam penanganan terhadap korban kekerasan anak ego sektoralnya masih kuat.
"Dianggap, perlindungan anak itu tupoksinya hanya milik Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB), padahal tidak," jelasnya, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jumat (12/8/2022).
Menurut Samsul, semua punya kepentingan. Dinas yang lain juga punya kepentingan. Bukan hanya DP3AKB dan kepolisian, dalam hal ini Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di bawah Satreskrim.
Sehingga sampai dengan saat ini kadang- kadang masih ditemui jika ada peristiwa atau kasus kekerasan pada anak yang dilaporkan kepada DP3AKB kemudian dilimpahkan kepada kepolisian.
Sehingga kepolisian ini seakan-akan menjadi ‘tong sampah’ dan menjadi tempat terakhir pengaduan. "Pertanyaannya, sekarang di Unit PPA itu ada berapa orang penyidik, paling banter hanya ada tiga orang kan," katanya.
Berkaca dari persoalan- persoalan yang masih terjadi ini, Samsul juga sepakat jika PPA di kepolisian didorong menjadi satuan dan bukan lagi unit.
LPAI sudah sejak lama memberikan masukan terkait hal ini. "Jadi PPA itu mestinya tidak di bawah Satreskrim lagi, namun sudah berdiri sendiri sendiri seperti halnya satuan reserse narkoba," katanya.
Namun begitu, masih lanjut Samsul, semua itu masih sangat tergantung kepada good will dan political will. “Mau nggak, para pemegang kebijakan dan para pemangku kepentingan ini menyiapkan penanganan dan perlindungan yang lebih baik dan terpadu," katanya.