REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Kota Bandung menyumbang kasus demam berdarah dengue (DBD) terbanyak di Jawa Barat selama 2022. Tetapi, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Anhar Hadian mengklaim bahwa kasus DBD di Kota Bandung masih relatif terkendali. Hal itu merujuk pada tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit (BOR) yang hingga saat ini dianggap masih tertangani.
“Secara kasus DBD memang masih relatif terkendali ya. Saya belum pegang angkanya. Tapi indikator kita biasanya BOR ya, tingkat keterisian rumah sakit, sampai saat ini relatif masih terkendali,” kata dia saat ditemui usai menghadiri monitoring pelaksanaan BIAN di salah satu kelurahan di Kota Bandung, Kamis (11/8/2022).
Berdasarkan data dari Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar, pada 2022 hingga tanggal 8 Juli, total kasus DBD di Jabar mencapai 21.208, dengan laporan kematian mencapai 179 kasus. Sepanjang 2022 ini, ada lima daerah yang menjadi penyumbang terbanyak kasus DBD di Jabar, yang dipimpin oleh Kota Bandung dengan 3.527 kasus.
Disusul Kabupaten Bandung sebanyak 2.257 kasus, Kota Bekasi sebanyak 1.671 kasus, Kabupaten Sumedang sebanyak 1.283 kasus, dan, Kota Depok sebanyak 1.278 kasus. Sedangkan untuk laporan kematian tertinggi akibat DBD berasal dari Kabupaten Bandung dengan 26 kematian. Diikuti Kota Tasikmalaya sebanyak 17 kasus kematian, Kabupaten Sumedang sebanyak 13 kasus kematian. Dan, sebanyak 10 kasus kematian terjadi di empat daerah lainnya, yakni Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Karawang dan Kota Cimahi.
Menurut Anhar, populasi nyamuk semakin menjamur hampir di seluruh pelosok Kota Bandung. Untuk itu, dia mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan berkembangbiaknya nyamuk melalui 3M yaitu menguras, menutup, dan mengubur.
“Tapi kita sendiri merasakan realitas di masyarakat di rumah atau lingkungan itu nyamuk sedang banyak-banyaknya ya sekarang, makanya harus meningkatkan kewaspadaan. Upayanya kalau sekarang itu kuncinya tetap di 3M,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan bahwa fogging atau pengasapan dengan menyemburkan racun pembunuh nyamuk dewasa, merupakan upaya penanggulangan di saat suatu wilayah telah terdeteksi kasus positif DBD. Sedangkan untuk upaya pencegahan di wilayah yang belum terdeteksi kasus DBD, warga hanya perlu melakukan 3M.
“ini sangat penting disampaikan ke masyarakat bahwa fogging itu bukan upaya pencegahan tapi itu dilakukan apabila sudah ada kasus positif kita melakukan fogging agar nyamuknya mati, tapi kalau belum ada kasus, tidak perlu fogging sebenarnya. Cukup dengan 3M, menguras, menutup, mengubur,” pungkasnya.