REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor memiliki strategi umum dan khusus dalam menekan tingkat kemiskinan, melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Bogor. Ketua TKPK Kota Bogor yang juga Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, mengatakan dalam pelaksanaan strategi tersebut, Pemkot Bogor berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Hal itu seperti organisasi keagamaan, kader posyandu, perusahaan swasta untuk skema CSR, Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS), Organisasi Perempuan dan lembaga kemasyarakatan lainnya.
“Saya melihat emang situasinya tidak baik-baik saja, banyak efek dari Covid-19 kemarin yang kemudian menambah jumlah keluarga miskin di Kota Bogor. Sebetulnya sudah di intervensi melalui PKH, melalui DTKS dan Non-DTKS,” kata Dedie, Jumat (12/8/2022).
Dedie mengungkapkan, banyak kategori kemiskinan fisik yang terlihat, dibuktikan dengan masih banyaknya rumah tidak layak huni.
“Yang tidak terlihat dan justru cukup berbahaya adalah mental, kemiskinan dari mentalnya. Banyak sebetulnya kesempatan, peluang, tetapi karena tidak punya percaya diri, tidak berkeinginan untuk berubah akhirnya tidak mengambil kesempatan yang terbuka itu,” ujarnya.
Dedie mengingatkan, pemerintah tidak berdiam diri dengan beragam intervensi sudah dilakukan. Hal terkecil adalah upaya peningkatan masyarakat pra sejahtera dengan penyisihan anggaran sebesar 7 persen dari total APBD Kota Bogor.
Terkait kemiskinan, kata Dedie, harus ada upaya yang paling tidak betul-betul terstruktur. Sehingga, jika kemiskinannya terstruktur maka pengentasannya pun harus terstruktur. Dedie ingin segera ada langkah-langkah konkret.
“Segera ada kontribusi dari masing-masing dinas. Kemudian, dari dinas-dinas yang lain mendorong mentalitas. PR-nya masih banyak. Bukan semata-mata unsur intervensi pemerintah saja, tetapi apapun yang harus kita lakukan. Mentalitas-mentalitas seperti itu harus dibangun di masyarakat Kota Bogor,” kata Dedie.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Rudy Mashudi, mengatakan kota dan kabupaten diminta untuk segera mengkonsolidasikan terkait dengan aktif data kemiskinan dan hal-hal terkait dengan strategi penanganan kemiskinan. Hal itu dikarenakan beberapa daerah menunjukkan angka kemiskinan yang cukup tinggi.
“Dan perlu kami sampaikan bahwa Jawa Barat ini menjadi salah satu provinsi yang angka kemiskinannya cukup tinggi. Bahkan, kalau kita lihat angka 2021 dan 2022 ada penambahan kota/kabupaten yang mengalami angka kemiskinan ekstrem,” ujar Rudy.
Jika dilihat grafik dari persentase dan jumlah kemiskinan Kota Bogor sejak 2014 sampai 2021, pada 2014 hingga 2019 menunjukkan penurunan. Bahkan di 2014, angka kemiskinan Kota Bogor 7,74 persen, di 2019 turun jadi 5,70 persen.
Namun demikian, pada saat Covid-19 di 2020 dan 2021, di mana akses terkait dengan pekerjaan, akses terkait dengan usaha, hingga terdapat pembatasan-pembatasan akhirnya berpengaruh terhadap angka kemiskinan. Dari studi yang dilakukan, yang paling terdampak adalah sektor nonformal.
“Oleh karena itu, maka kita lihat di 2019 ke 2020 ada kenaikan 1,1 persen kemiskinan. Dan 2021 kita belum rocevery. Mudah-mudahan di 2022 ini dengan kondisi yang ada kita recovery dan akan mempengaruhi penurunan angka kemiskinan. Kita ingin angka kemiskinan itu memang dibawah 5 persen dari yang ada saat ini sebesar 7,24 persen,” ujarnya.