Sabtu 13 Aug 2022 01:58 WIB

Kasus PMK di Sumbawa dan Bima Meluas

Pemda melokalisir daerah yang menjadi episentrum kasus PMK

Red: Nur Aini
Petugas menyuntikkan vaksin penyakit mulut kuku (PMK), ilustrasi. Jumlah kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak di Kabupaten Sumbawa dan Bima di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) meluas.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas menyuntikkan vaksin penyakit mulut kuku (PMK), ilustrasi. Jumlah kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak di Kabupaten Sumbawa dan Bima di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) meluas.

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Jumlah kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak di Kabupaten Sumbawa dan Bima di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) meluas.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, H Lalu Gita Ariadi di Mataram, Jumat (12/8/2022), mengatakan per tanggal 11 Agustus 2022, temuan kasus PMK di Kabupaten Sumbawa sebanyak 523 ekor dan Kabupaten Bima sebanyak 764 kasus.

Baca Juga

"Padahal beberapa hari sebelumnya, kasus di daerah tersebut hanya puluhan kasus saja," ujarnya.

Gita mengatakan Pemprov NTB bersama pemerintah kabupaten terus bekerja keras mengendalikan secara total kasus PMK di Pulau Sumbawa agar bisa hijau dalam waktu yang singkat.

Salah satu caranya, kata Sekda, yakni dengan melokalisir daerah yang menjadi episentrum kasus PMK dengan cara vaksinasi ternak serta menerapkan "biosecurity" atau keamanan hayati.

"Kalaupun ada beberapa titik yang saat ini merah harus segera dihijaukan kembali dengan cara-cara yang sesuai dengan petunjuk yang ada," kata Miq Gita sapaan akrabnya.

Ia mengakui bahwa saran pemerintah agar peternak segera melakukan potong paksa terhadap ternak yang terkena PMK tidak bisa serta-merta semuanya dilakukan di lapangan.

Sebab masih banyak peternak yang enggan memotong hewan ternak-nya meskipun mereka akan dapat kompensasi. Namun menurutnya, banyak kebijakan yang baru muncul tidak mudah diterima oleh masyarakat, sehingga harus berproses.

"Kita terus yakinkan masyarakat, tika ada yang mudah, semuanya harus berproses," katanya.

Sesuai data tanggal 11 Agustus 2022, temuan kasus PMK di Kabupaten Sumbawa sebanyak 523 ekor, ternak yang masih sakit sebanyak 312 ekor, sembuh 195 ekor, potong bersyarat sebanyak 12 ekor dan mati 4 ekor.

Sementara di Kabupaten Bima, temuan kasus PMK melonjak menjadi 764 kasus. Ternak yang masih sakit sebanyak 661 ekor, dan sembuh 103 ekor. Adapun ternak yang potong bersyarat dan mati di Kabupaten Bima hingga kini belum ada laporan.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) NTB Ahmad Nur Aulia mengatakan, sejak munculnya kasus PMK di Pulau Sumbawa, atensi Dinas Peternakan sudah cukup tinggi ke daerah tersebut. Pihaknya sudah memberikan penanganan pengobatan, melokalisir daerah yang menjadi episentrum kasus PMK dengan cara vaksinasi dan tindakan biosecurity.

Biosecurity merupakan program yang dirancang untuk melindungi ternak dari berbagai serangan penyakit atau sebagai langkah awal dalam pengendalian wabah penyakit dengan cara pembersihan dan desinfeksi, isolasi/pemisahan, pengendalian lalu lintas, pengendalian hewan dan hama dan lainnya.

"Kita ingin melokalisir daerah yang sekarang ini menjadi episentrum-nya dengan cara melakukan "biosecurity" ketat dan membuat ring vaksinasi sehingga tidak menyebar," kata Aulia sapaan akrabnya.

Ia mengatakan, pemusnahan atau potong bersyarat ternak yang terkena PMK dianjurkan oleh pemerintah pusat untuk mencegah penularan PMK ini. Peternak tinggal memasukkan data di iSIKHNAS untuk melaporkan kebijakan potong bersyarat tersebut.

"Potong bersyarat memang membutuhkan persetujuan pemilik ternak. Kami lakukan pendekatan ke peternak agar mereka melakukan prosedur tersebut," ujarnya.

Secara umum, berdasarkan perkembangan kasus PMK di NTB per 11 Agustus 2022, jumlah kasus yang muncul sebanyak 92.647 kasus, ternak yang sudah sembuh sebanyak 87.189 ekor, masih sakit sebanyak 4.987 ekor, potong bersyarat 249 ekor dan mati sebanyak 222 ekor.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement