REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo mengaku merencanakan pembunuhan terhadap ajudannya sendiri Brigadir Nofriansyah Yoshua (J). Akan tetapi, pengakuan dari mantan Kadiv Propam Polri itu bukan membuat terang apa soal Brigadir J harus dihilangkan nyawanya.
Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan, pengakuan dari Irjen Sambo itu, malah menunjukkan adanya rekayasa baru untuk menutupi motif asli dari peristiwa pembunuhan di rumah dinas Polri, di Duren Tiga, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (8/7).
“Sebaiknya saudara FS ini, mengaku saja, ada apa sebenarnya. Jangan membuat rekayasa lagi, yang menjadi semakin membuat kontradiktif yang akan memberatkan dia nantinya di pengadilan. Pengakuan FS ini, agak aneh juga dari yang pertama kali kasus ini terungkap,” kata Kamaruddin, kepada Republika, Jumat (12/8).
Pengakuan Sambo yang mengaku merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J, kata Kamaruddin, memang mudah untuk diterima. “Kalau dia mengaku merencanakan, berarti kan itu benar seperti yang kami laporkan. Bahwa almarhum (Brigadir J), itu dibunuh dengan pembunuhan berencana. Itu sudah terbukti kan dengan adanya pengakuan FS itu,” ujar Kamaruddin.
Akan tetapi, Kamaruddin mengatakan, pengakuan Sambo itu janggal dari sisi latar belakang, atau penyebab peristiwa pembunuhan itu. Pun kontradiktif dari penjelasannya sendiri, saat melaporkan Brigadir J ke Polres Jakarta Selatan (Jaksel).
Kamaruddin mengatakan, pengakuan baru Sambo, kepada penyidik Polri, Kamis (11/8) menyampaikan, aksinya merencanakan pembunuhan lantaran marah, dan emosi setelah mendapatkan laporan dari isterinya, Putri Candrawathi Sambo, yang mengalami perbuatan Brigadir J, ketika di Magelang, Jawa Tengah (Jateng).
Pengakuan Sambo, memang tak menyebutkan laporan apa, dan perbuatan apa yang sebenarnya dilakukan oleh Brigadir J kepada istri Sambo sehingga membuat Sambo naik pitam, dan merencanakan pembunuhan.
Namun dalam pengakuannya itu, Sambo mengatakan, Brigadir J melakukan perbuatan terhadap Nyonya Sambo, yang dinilai merusak harkat, dan martabat seorang Irjen Sambo.
“Kalaulah yang dilaporkan Ibu PC kepada suaminya FS itu adalah tindak pidana pelecehan, yang kejadiannya terjadi saat mereka di Magelang, seharusnya dilaporkannya itu di Magelang. Bukan di Polres Jakarta Selatan,” kata Kamaruddin.
“Saudara FS ini kan seorang inspektur jenderal, yang sudah pintar soal proses hukum. Kenapa kalau kejadiannya itu, katakanlah pelecehan, dikatakan terjadinya di Magelang, kan seharusnya dilaporkan ke Polres Magelang,” sambung Kamaruddin.
Namun, kata Kamaruddin, Irjen Sambo, dan Nyonya Sambo, malah melaporkan dugaan pelecehan oleh Brigadir J itu, ke Polres Metro Jaksel. Dalam pelaporan di Polres Jaksel yang menjadikan Brigadir J sebagai terlapor itu, pun kata Kamaruddin, mulanya menjadikan rumah dinas Irjen Sambo di kawasan Duren Tiga, Pancoran, Jaksel, sebagai lokasi kejadian dugaan pelecehan terhadap Nyonya Sambo itu terjadi. Di lokasi itu juga eksekusi pembunuhan Brigadir J, dilakukan.
“Ini jadinya berbelit-belit,” kata Kamaruddin.
Kejanggalan lain dari pengakuan baru Sambo itu, pun kata Kamaruddin, tak masuk nalar sebagai manusia normal. Sebab dikatakan Kamaruddin, tuduhan pelecehan yang dilakukan oleh Brigadir J kepada istri Sambo di Magelang, itu dilaporkan kepada Sambo yang sudah berada di Jakarta, sejak Kamis (7/7) pagi.
Sementara, istri Sambo kembali dari Magelang, menuju ke Jakarta, mengendarai mobil yang disopiri oleh Brigadir J, pada Jumat (8/7). Perjalanan darat dari Magelang menuju ke Jakarta itu, membutuhkan waktu tempuh normal sekitar, antara 6 sampai 8 jam.
Dalam rombongan tersebut, turut serta para ajudan, tersangka Bharada Richard Eliezer (RE), tersangka Bripka Ricky Rizal (RR), dan sejumlah ajudan lain, serta para pembantu rumah tangga.
“Kalau almarhum (Brigadir J) itu dikatakan melecehkan Ibu Putri itu, kenapa mereka mau pulang bersama dari Magelang ke Jakarta. Mereka baik-baik saja, mesra-mesra saja dalam perjalan itu. Kalau itu pelecehan, Ibu Putri kan pasti gak mau pulang sama orang yang dibilang melecehkan dia. Kan pasti risih di (Putri Sambo),” kata Kamaruddin.
Kamaruddin, pun mengingatkan, adanya keakraban yang baik, seperti ibu dan anak, dalam relasi antara Brigadir J, dan istri Sambo, pun juga Sambo. “Almarhum ini (Brigadir J), sudah seperti anaknya (Putri Sambo) sendiri,” kata Kamaruddin.
Kejanggalan tersebut, yang menurut Kamaruddin, membuat pengakuan Sambo kepada penyidik itu, menjadi pertanyaan lanjutan dalam kasus kematian Brigadir J.
Menurutnya, pembunuhan berencana yang dialami Brigadir J, bukan cuma sekadar menjadikan tuduhan-tuduhan amoral dan asusila Brigadir J kepada Nyonya Sambo sebagai motif peristiwa. Tetapi, dikatakan Kamaruddin, lebih dari pada itu.
Apalagi, kata Kamaruddin, saat pengakuan Sambo tersebut disampaikan ke publik lewat jumpa pers di Mako Brimbo oleh Direktur Tindak Pidana Umum (Dir Tipidum) Brigadir Jenderal (Brigjen) Andi Rian Djajadi. Di tempat itu juga Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengumumkan keputusan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, membubarkan Satuan Tugas Khusus (Satgasus).