REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani, menyoroti kemungkinan koalisi antara Partai Gerindra dan PKB. Menurut pakar politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini manuver politik PKB dan Gerindra untuk membangun koalisi bukan berdasarkan kecenderungan aspirasi pemilih PKB maupun massa NU yang menjadi basis konstituennya.
Hal ini ia sampaikan dalam acara Bedah Politik episode “Top Down Koalisi Gerindra-PKB?” pada Jumat, (12/8/ 2022). Ia merujuk survei SMRC pada Mei 2022. Hasil survei tersebut menunjukkan dari total pemilih PKB yang disurvei terbanyak menginginkan calon presiden (capres) Ganjar Pranowo.
"Sebanyak 40,7 persen menginginkan Ganjar Pranowo sebagai presiden. Yang mendukung Prabowo 22 persen dan Anies Baswedan 16,5 persen," ujar Saiful dalam keterangan, Jumat (12/8/2022).
Ia memaparkan ada dua model penentu koalisi. Pertama adalah model bottom-up. Model ini mendengarkan aspirasi dari bawah, konstituen, pemilih, atau kelompok-kelompok kepentingan yang dekat dengan partai. Model kedua adalah supply-side atau top-down. Dalam model koalisi ini, kebutuhan masyarakat diciptakan oleh elit.
Melihat kecenderungan pemilih PKB, ini menunjukkan, kata Saiful, manuver yang sedang dimainkan Muhaimin dan Prabowo untuk berkoalisi, tidak mencerminkan demand-side atau aspirasi pemilih PKB. Melainkan, menurut dia, murni dari aspirasi elit.
Namun demikian, Saiful menyatakan bahwa politik kerapkali bukan hanya sekadar kemenangan elektoral. Targetnya mungkin bukan Prabowo benar-benar menang sebagai presiden dan Muhaimin menjadi wakilnya, tapi untuk pertimbangan yang lain, misalnya dia ingin tercatat menjadi calon wakil presiden yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
"Ini satu langkah politik yang memiliki nilai tersendiri. Dan ini juga mungkin bisa membantu partai untuk melakukan mobilisasi," sebutnya.
Saiful melihat bahwa pengajuan nama Prabowo sebagai calon presiden selama ini juga punya tujuan untuk mobilisasi partai. Prabowo, kata dia, punya magnet untuk menggerakkan pemilih.
“Targetnya bukan Prabowo menjadi presiden, tapi setidaknya suara Gerindra cukup baik untuk mengamankan para politisi partai. Mungkin itu target minimal. Syukur-syukur kalau Prabowo jadi presiden.” katanya.
Saiful menjelaskan mengapa pemilih PKB cenderung memilih Ganjar Pranowo dibanding tokoh lain. Saiful melihat bahwa ini wajar karena secara sosiologis pemilih PKB dan Ganjar dekat. Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah basis utama massa pemilih PKB dan wilayah itu pula yang menjadi basis pendukung Ganjar.
Namun demikian, Saiful mengingatkan Muhaimin pernah melakukan tindakan politik yang menarik dalam kasus pemilihan gubernur Jawa Tengah. Dalam Pilkada tersebut, PKB tidak mendukung Ganjar Pranowo, melainkan mendukung pasangan Sudirman Said-Ida Fauziyah.
Dalam kasus ini, Saiful melihat PKB memiliki pertimbangan lain di luar menang Pilkada. Karena itu, menurut dia, dalam kasus Pilpres, boleh jadi Muhaimin kembali memiliki pertimbangan lain di luar soal memenangkan Pilpres.
“Ada target lain yang bisa dicapai melalui koalisi itu, tidak hanya secara harfiah koalisi Capres dan Cawapresnya bukan hanya untuk menang menjadi pasangan presiden dan wakil presiden. Itu terlalu sederhana kita melihat makna di balik rencana koalisi itu sendiri," ungkap alumni ilmu politik Ohio State University ini.
Kalau dilihat dari aspek demand-side, menurut dia, semestinya koalisi PKB tidak dengan Prabowo Subianto. Tapi, lanjut Saiful, jika PKB mendukung Ganjar, tidak ada jaminan bahwa ketuanya, Muhaimin Iskandar, akan diusung menjadi calon wakil presiden.
“Semangat politik seperti itu (untuk masuk dalam bursa capres-cawapres) adalah hal yang normal di kalangan politisi,” kata Saiful.