Sabtu 13 Aug 2022 06:30 WIB

CDC tak Lagi Wajibkan Siswa Terpapar Covid-19 Jalani Karantina, Apa Kata Dokter Anak?

CDC memperbarui rekomendasinya terkait siswa terpapar Covid-19.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Seorang anak tampak mengenakan masker di ruang kelasNormont Early Education Centre and Normont Elementary di Harbour City, Los Angeles selatan, California, AS, 16 Agustus 2021. Berdasarkan panduan terbaru CDC, siswa di AS kini tak diwajibkan menjalani karantina apabila terpapar Covid-19.
Foto: EPA-EFE/ETIENNE LAURENT
Seorang anak tampak mengenakan masker di ruang kelasNormont Early Education Centre and Normont Elementary di Harbour City, Los Angeles selatan, California, AS, 16 Agustus 2021. Berdasarkan panduan terbaru CDC, siswa di AS kini tak diwajibkan menjalani karantina apabila terpapar Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) telah mengeluarkan panduan baru penanganan Covid-19. Kini, mereka tidak lagi merekomendasikan sekolah atau tempat penitipan anak (daycare) untuk mewajibkan siswanya yang terpapar Covid-19 untuk menjalani karantina.

Itu berarti siswa yang memiliki kontak erat dengan penderita Covid-19 masih boleh ke sekolah. Kebijakan ini dilakukan mengingat kondisi pandemi sekarang sudah jauh berbeda dengan dua tahun terakhir.

Baca Juga

"Panduan CDC yang telah diperbarui mengakui bahwa tempat terbaik untuk anak-anak adalah di dalam kelas, dan bahwa ini dapat dilakukan dengan aman dengan tingkat risiko yang dapat diterima," kata Richard Besser, seorang dokter anak dan presiden dari Robert Wood Johnson Foundation, melalui surel kepada NBC News.

Besser mengapresiasi pembaruan panduan CDC tersebut. Menurutnya, ini penting untuk perkembangan sosial dan emosional anak-anak berikut kesehatan fisik dan mental dan keberhasilan akademisnya.

Sebagai bagian dari persiapan kembali sekolah pada musim gugur mendatang, CDC juga mencabut rekomendasi test to stay bagi siswa yang memiliki kontak erat dengan penderita Covid-19. Test to stay merupakan strategi yang memungkinkan siswa terus menghadiri pembelajaran secara tatap muka dengan syarat dites setiap hari atau minimum dua kali dalam sepekan setelah terpapar SARS-CoV-2 dan tak mengembangkan gejala.

Dikutip dari laman US News, sejumlah pihak telah mengkritik strategi tersebut lantaran dinilai terlalu membebani sekolah yang sudah terbebani oleh kurangnya sumber daya. Dalam sebuah laporan yang diterbitkan berbarengan dengan rekomendasi terbarunya, CDC mengatakan bahwa pengujian skala luas "mungkin tidak hemat biaya dalam lingkup masyarakat umum, terutama jika prevalensi Covid-19 rendah."

Badan tersebut juga mengatakan tidak lagi merekomendasikan orang yang tidak divaksinasi untuk dikarantina setelah terpapar Covid-19. Karantina kini hanya direkomendasikan untuk orang-orang di tempat berkumpul berisiko tinggi tertentu, seperti lembaga pemasyarakatan, tempat penampungan tunawisma, dan panti jompo. Sekolah tidak termasuk dalam kategori risiko tinggi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement