REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kehidupan warga Gaza, Palestina yang terkepung, terus memburuk dengan serangan Israel yang baru-baru ini terjadi. Selain membunuh puluhan warga Gaza, serangan Israel membuat perekonomian warga makin sulit.
Kini saat suasana mulai membaik setelah gencatan senjata antara pasukan Israel dan pejuang Palestina, salah satu warga, Yasser Awadallah (44 tahun) mulai pergi ke tempat kerjanya yang kini telah menjadi puing-puing. Ia adalah pemilik bengkel aluminium di gedung apartemen tiga lantai yang dihancurkan oleh serangan Israel.
“Saya sedang duduk di bengkel saya seperti biasa; tiba-tiba keluarga yang tinggal di gedung tempat bengkel saya berteriak dan berlarian,” kata Awadallah, dilansir dari Aljazirah, Selasa (9/8/2022).
“Mereka mengatakan kepada saya mereka menerima telepon dari seorang perwira Israel yang menyuruh mereka untuk mengungsi dalam waktu 10 menit," tambahnya.
Dia menggambarkan saat-saat sulit ketika dia melarikan diri tanpa bisa mengambil satu pun peralatan atau mesin dari bengkelnya. “Saya bekerja di bengkel ini selama 20 tahun, itu satu-satunya sumber penghasilan saya,” kata ayah tujuh anak ini sambil berdiri di dekat tempat dia pernah bekerja.
“Lokakarya saya berada di bawah reruntuhan ini. Saya kehilangan segalanya dan tidak bisa membawa apa-apa," katanya.
Pasukan Israel melancarkan apa yang mereka gambarkan sebagai serangan pre-emptif di Gaza setelah menangkap seorang anggota senior Jihad Islam Palestina. Serangan berdarah di Gaza yang terjadi dari Jumat hingga Ahad lalu itu menewaskan sedikitnya 45 warga Palestina termasuk 16 anak-anak.
Serangan tiga hari itu adalah serangan Israel terburuk di Gaza sejak perang 11 hari tahun lalu yang menewaskan sedikitnya 260 orang di Gaza dan menyebabkan 13 orang tewas di Israel. Sebagian besar daerah kantong Palestina yang terkepung dihancurkan oleh pasukan Israel dalam serangan 2021 itu dan upaya untuk membangun kembali masih dilakukan ketika serangan terbaru diluncurkan.