REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK- Penulis novel "The Satanic Verses" (Ayat-ayat Setan), Salman Rushdie ditikam di leher dan perut saat berada di sebuah panggung di sebuah acara di New York pada Jumat (12/8/2022). Rushdie (75 tahun) langsung dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani operasi.
Agennya, Andrew Wylie, mengatakan, sang penulis menggunakan ventilator sejak Jumat (12/8/2022) malam. Dikatakan hatinya rusak, saraf terputus di lengan dan mata yang kemungkinan besar akan hilang.
Seberapa parahkah Rushdie menghina Islam dan Rasulullah Muhammad SAW dalam karyanya yang kontroversial itu? Naskah dokumentasi dari R Satrio MPd yang dikutip dari Harian Republika 2010 tersebut menjelaskan secara gamblang.
Novel The Satanic Verses adalah salah satu karya Salman Rushdie, seorang penulis asal India yang tinggal di Inggris. Novel yang diterbitkan pada 26 September 1988 oleh penerbit Viking Penguin ini telah memicu gelombang protes besar di berbagai dunia, terutama di dunia Muslim.
Ini gara-gara isinya yang secara terang-terangan menghina Islam dan Rasulullah secara keji dan menjijikkan. The Satanic Verses diterjemahkan menjadi ‘Ayat-ayat Setan’ menyulut kontroversi dan polemik berkepanjangan bahkan hingga kini.
Sebuah fatwa mati terhadap si penulis dikeluarkan oleh Khomeini. Sederet orang yang dikaitkan dengan novel ini di sejumlah negara ditemukan tewas, terutama para penerjemah The Satanic Verses ke bahasa-bahasa lain.
Rushdie pun harus bersembunyi demi menyelamatkan nyawanya. Ia juga harus bercerai dari istinya. Sejumlah hal yang diakui telah menyulut kemarahan kalangan Islam adalah fakta bahwa Rushdie menggunakan kata ‘Mahound’ untuk merujuk kepada sosok mulia di mata seorang Muslim, yakni Nabi Muhammad SAW.
Baca juga: Dulu Pembenci Adzan dan Alquran, Mualaf Andreanes Kini Berbalik Jadi Pembela Keduanya
Kata ini merupakan bentuk penghinaan (derogatory) dari kalangan Pasukan Salib (Crusaders) di masa Perang Salib (Crusade). Kata ini umum digunakan kalangan Nasrani Eropa semenjak Perang Salib untuk menghina Nabi Muhammad saw, walau kini memang sudah tidak terlalu lazim digunakan.
Konon, penggunaan kata ini sebagai salah satu judul bab Novel tersebut, membuat kalangan pembaca dan kritikus di Barat tidak sadar bahwa Rushdie tengah merujuk kepada Islam. Kata ini kemungkinan besar diambil Rushdie dari karya Edmund Spenser, Faerie Queene.