Sabtu 13 Aug 2022 20:46 WIB

Ketua PBNU: Tuntaskan RKUHP dengan Tetap Akomodasi Saran Masyarakat

Ketua PBNU mendorong pelibatan aktif masyarakat dalam RKUHP

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Mahasiswa memegang poster saat aksi Bandung Lautan Amarah di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (30/6/2022). Dalam aksi tersebut mereka menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) serta mendesak pemerintah untuk melakukan transparansi terhadap draf RKUHP. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Mahasiswa memegang poster saat aksi Bandung Lautan Amarah di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (30/6/2022). Dalam aksi tersebut mereka menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) serta mendesak pemerintah untuk melakukan transparansi terhadap draf RKUHP. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) menyampaikan sejumlah catatan terkait pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Gus Fahrur mendukung RKUHP diselesaikan tetapi dengan tetap mengakomodasi kritik dan saran masyarakat. 

Baca Juga

"Kita berikan dukungan pada lembaga legislatif untuk dapat menyelesaikan rancangan KUHP kita yang baru, dengan tetap mengakomodasi berbagai kritik dan saran masyarakat," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (12/8/2022).

Gus Fahrur, begitu akrab disapa menyatakan NU mendukung RKUHP untuk mengisi kekosongan substansi produk hukum sebelumnya sehingga berkedudukan untuk menyempurnakan hukum kenegaraan demi menjamin perlindungan hukum bagi masyarakat. 

Menurutnya, jika terdapat hal yang masih perlu diperbaiki dalam RKUHP, bisa ditempuh melalui legislative review atau judicial review. Gus Fahrur menambahkan, format saat ini sudah baik. 

"Format yang sekarang sudah cukup bagus. Jika ada materinya yang dinilai tidak cocok, nanti bisa diperbaiki sambil berjalan. Hukum bisa berubah sesuai dengan perubahan masyarakat (ubi societas ibi ius)," tuturnya. 

Gus Fahrur menjelaskan, KUHP yang saat ini digunakan untuk menegakkan hukum pidana di Indonesia merupakan peninggalan Belanda yang diterjemahkan dari Kitab Belanda Het Wetboek van Strafrecht

Dia menilai kitab itu sudah kurang relevan dengan perkembangan zaman. Dalam pembuatan kitab hukum pidana, tidak ada satu negara di dunia yang membuat kitab hukum pidana negaranya dalam waktu singkat. 

"Apalagi membuat KUHP di negara heterogen, multietnis, multireligi, dan multikultural seperti Indonesia bukanlah hal yang mudah. Pembahasan pembaruan KUHP sudah melalui jalan panjang, dari 1963, telah melalui pergantian 7 presiden dan 15 penegak kehakiman," tambahnya. 

Selama 59 tahun, terang Gus Fahrur, para perumus atau penyusun rancangan pembaruan KUHP ini pastinya telah melibatkan para ahli dan pakar hukum di Indonesia. Adanya perubahan atau RKUHP ini pada dasarnya untuk membuat produk hukum yang sesuai dengan kondisi perkembangan masyarakat saat ini. 

"Untuk mengisi kekosongan beberapa pelanggaran atau norma hukum sehingga dapat menjamin perlindungan hukum yang lebih baik bagi masyarakat," imbuhnya.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement