REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sastrawan kondang dan guru besar Falsafah Islam Universitas Paramadina, Prof Dr Abdul Hadi WM, mengatakan kasus usaha pembunuhan terhadap penulis novel berdarah India, Salman Rushdie, terjadi sebagai konsekuensi dia karena menghina miliaran orang Islam sedunia. Ini karena setiap Muslim selalu selalu merasa bila Rasulullah Muhammad SAW dihina, berarti dirinya juga ikut dihina.
‘’Kalau Tuhan orang Islam dihina tak terlalu besar implikasinya karena selalu masih ada peluang perdebatan pendapat. Tapi lain lagi bila nabinya dipakai bahan olokan atau dihina, maka akan langsung merasa setiap Muslim dirinya tengah ikut tercampakkan. Ini juga pendapat pakar sufi asal Jerman Anne Marrie Schimmel. Maka itu harus dipahami. Jadi soal penghinaan terhadap ajaran Islam dan Nabi Muhammad jangan dibandingkan dengan agama lain,’’ kata Abdul Hadi WM, dalam percakapannya pagi ini, Ahad (11/8/2022).
Abdul Hadi yang menjadi legenda pelopor sastra sufi di Indonesia yang muncul pada dekade 1970-an lebih lanjut menyatakan, dalam dunia sastra akibat perilaku Salman Rushdie maka dia kini berhasil membuat dinding pemisah antara sastrawan Muslim dan bukan Muslim. Padahal sebelum novel itu ada dinding pemisah itu tak ada.
‘Dalam soal ini, Salman Rushdie merasa bila dirinya bagian dari dunia barat yang tidak bisa disalahkan dan selalu apa yang dikatakannya bena sehingga apa saja diperbolehkan. Sebaliknya, dunia barat merasa bila ada suara dari dunia lain, yakni dunia Islam, mereka boleh dinjak-injak. Nah, sekarang dia menerima imbalannya,’’ ujarnya lagi.
Menurut Abdul Hadi, dalam tradisi khazanah sastra di dunia Islam, tidak ada pengarang yang bersikap seperti Salman. ‘’Bila mereka menghina dunia barat itu karena sikap kolonialnya. Tapi coba cari dan tanyakan apakah ada pengarang Muslim yang menghina Yesus Kristus, Budha dan lainnya? Apakah ada pengarang Muslim yang mengatakan kitab suci agama lainnya itu kitabnya setan. Sama sekali taka ada.”
Maka, tegas Abdul Hadi, Salman Rushdie itu hanya sekedar pion bagi dunia barat untuk menghantam Islam. Sebab, implikasi dari semua tindakannya dengan menulis serta menyebarkan novel Ayat-Ayat Setan bukan soal agama lagi, tapi sudah meluas kepada masalah politik, sosial, dan budaya secara global.
‘’Dulu Salman Rushide berjanji akan bertobat. Tapi dunia barat memakainya dan memanjakanya dengan memberikan perlindungan sanjungan, uang, penghargaan dan lainnya. Dia menjadi sangat terhormat dalam budaya barat,’’ kata Abdul Hadi.
Pada sisi lain, dari analisis Abdul Hadi, kemunculan novel Ayat-Ayat Setan itu selain dipakai untuk menghantam Islam, novel itu memang dipakai dunia barat (AS dan sekutunya) untuk mengejek Iran. Hal ini karena novel itu terbit tak berapa lama sesudah meletusnya Revolusi Iran yang menumbangkan rezim pro barat, Syah Iran. ‘’Ayatollah Khomeini tahu maksud dari itu. Maka dia kemudian mengeluarkan fatwa hukum mati kepada Salman Rushdie.”
Bagaimana kualitasnya dalam bidang sastra dunia? Abdul Hadi mengatakan secara kualitas sastra novel Ayat-Ayat Setan biasa saja. Tak baik dan juga tak buruk.’’Novel ini terkenal karena kontroversi dan imbas politiknya saja. Tak lebih itu. Jangan bandingkan novel ini dengan karya para pemenang penghargaan Nobel sastra. Sangat jauh kualitasnya.”