REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) menaruh perhatian terhadap pemajuan kebudayaan Melayu. Selama ini peradaban Melayu dipercaya berkembang di sepanjang sungai Batanghari yang membelah Pulau Sumatra mulai dari Kabupaten Solok di Sumatera Barat hingga Tanjung Jabung Timur di Jambi.
Sekretaris Jenderal Kebudayaan Kemdikbudristek Fitra Arda menegaskan sungai adalah variabel penting dalam sebuah peradaban. Sungai menjadi sumber kehidupan sekaligus melahirkan berbagai peradaban dunia seperti pusat kota, kerajaan, keraton dan kedatuan. Tidak terkecuali Sungai Batanghari yang terbentang sepanjang 800 km sebagai urat nadi pelayaran dan perniagaan yang mendunia.
"Sungai Batanghari adalah saksi hebatnya kearifan masyarakat menyikapi alam dan menjadi lumbung peradaban," kata Fitra dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id pada Ahad (14/8/2022).
Fitra menuturkan Sungai Batanghari mampu menjadi tonggak peradaban sekaligus jalur perdagangan lintas samudra. Sehingga sungai Batanghari merupakan tempat silang budaya akulturasi, perekat kebudayaan melayu dan menjadi jalur emas dalam mencari kebijaksanaan. Namun, Fitra mengamati kini Sungai Batanghari mengalami pasang surut dalam perkembangannya.
"Sungai Batanghari menghadapi tantangan alam maupun lingkungan, terutama hantaman modernisasi dan degradasi sosial budaya," ujar Fitra.
Oleh karena itu, masyarakat bersama pemerintah Provinsi Jambi dan Pemda di sekitar aliran sungai Batanghari bertekad melestarikan sungai kebanggan bumi melayu itu. Tidak hanya kondisi fisiknya, namun budaya, kenangan, dan kebanggaannya.
Untuk merevitalisasi aset-aset kebudayaan di sepanjang Sungai Batanghari ini, Ditjen Kebudayaan Kemdikbudristek menggelar ekspedisi dan festival kebudayaan bertajuk ‘Kenduri Swarnabhumi’ yang berlangsung sepanjang Agustus hingga September 2022. Kenduri Swarnabhumi diselenggarakan dengan tujuan untuk reaktivasi kebudayaan-kebudayaan masyarakat akuatik Melayu di sepanjang DAS Batanghari. "Kami ingin menghubungkan kembali masyarakat dengan peradaban sungai," sebut Fitra.
Kenduri Swarnabhumi ini mengambil tajuk Peradaban Sungai Batanghari: Dulu, Kini, dan Nanti dengan tujuan memajukan kebudayaan, menggerakkan kesadaran masyarakat tentang harmoni sungai dan peradaban yang semakin penting untuk dirawat dengan kearifan berbasis budaya demi menjaga ekosistem di Daerah Aliran Sungai (DAS). Dalam rangkaian kegiatan ini, Kemendikbudristek menggandeng 14 Pemerintah Daerah di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari. Selain Pemprov Jambi, juga Pemkab Dharmasraya, Pemkab Sijunjung, Pemprov Jambi, Pemkot Jambi, Pemkab Tebo, Pemkab Batanghari, Pemkab Bungo, Pemkab Muaro Jambi, Pemkab Tanjung Jabung Timur, Pemkab Tanjung Jabung Barat, Pemkab Kerinci, Pemkab Merangin, Pemkab Sarolangun, serta berbagai komunitas budaya di sepanjang aliran Batanghari.
Sejarah mencatat bahwa keberadaan Sungai Batanghari memegang peranan penting dalam perkembangan kebudayaan melayu di Pulau Sumatra.
Di masa lalu, aliran Sungai Batanghari juga kaya akan deposit bijih emas. Sehingga orang-orang menyebut aliran sungai ini dengan Swarnabhumi atau ‘tanah emas’ atau Swarnadwipa alias pulau emas. Swarnabhumi kemudian menjadi julukan bagi Pulau Sumatera di masa lalu.