Ahad 14 Aug 2022 14:29 WIB

Salman Rushdie Telah Lepas Ventilator dan Dapat Berbicara

Selama lebih dari 30 tahun Rushdie menghadapi ancaman pembunuhan karena bukunya.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Indira Rezkisari
Salman Rushdie
Foto: Grant Pollard/Invision/AP
Salman Rushdie

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Penulis buku kontroversial, Salman Rushdie (75 tahun) telah dilepas dari ventilator dan dapat berbicara. Rushdie ditikam saat ia bersiap untuk memberikan kuliah umum di New York dan dirawat di rumah sakit dengan cedera serius pada Sabtu (13/8/2022).

"Dia (Rushdie) sudah tidak menggunakan ventilator dan bisa berbicara (dan bercanda)," ujar rekan Rushdie, Aatish Taseer dalam cicitannya di Twitter pada Sabtu malam.

Baca Juga

Agen Rushdie, Andrew Wylie, membenarkan informasi itu tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Sebelumnya pada Jumat (12/8/2022), seorang pria yang diidentifikasi sebagai Hadi Matar menyerang Rushdie dengan menusuknya. Penusukan terjadi ketika Rushdie berada di atas panggung dan bersiap memberikan kuliah umum di  Chautauqua Institution.

Pelaku mengaku tidak bersalah atas tuduhan percobaan pembunuhan dan penyerangan. Jaksa menyebut serangan itu sebagai kejahatan "terencana". Seorang pengacara untuk tersangka mengajukan pembelaan atas namanya selama dakwaan di New York barat.

Seorang hakim memerintahkan agar Matar ditahan tanpa jaminan. Perintah ini berlaku setelah Jaksa Wilayah Jason Schmidt mengataka bahwa, Matar dengan sengaja menempatkan dirinya dalam posisi untuk menyakiti Rushdie. Matar bisa mendapatkan izin untuk mengikuti kuliah umum dengan identitas palsu.

“Ini adalah serangan yang ditargetkan, tidak diprovokasi, dan direncanakan sebelumnya terhadap Rushdie,” kata Schmidt, dilansir Aljazirah, Ahad (14/8/2022).

Rushdie ditikam sebanyak sepuluh kali. Novelis itu menderita kerusakan hati, dan saraf yang terputus di lengan dan matanya. Dia kemungkinan besar akan kehilangan matanya yang terluka. Selama lebih dari 30 tahun Rushdie menghadapi ancaman pembunuhan, karena menulis buku kontroversial berjudul, “The Satanic Verses” atau "Ayat-Ayat Setan".

 

Otoritas lokal maupun federal tidak memberikan rincian tambahan tentang penyelidikan. Penusukan itu menuai kecaman dari penulis dan politisi di seluruh dunia. Mereka menyebutnya sebagai serangan terhadap kebebasan berekspresi.  Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memuji “cita-cita universal” yang diwujudkan oleh Rushdie dan karyanya.

"Kebenaran. Keberanian. Ketangguhan.  Kemampuan untuk berbagi ide tanpa rasa takut. Ini adalah blok bangunan dari setiap masyarakat yang bebas dan terbuka," ujar Biden.

Rushdie merupakan pria kelahiran India. Dia kemudian tinggal di Inggris dan Amerika Serikat. Rushdie dikenal memiliki gaya prosa surealis dan satirnya. Novel karya Rushdie, Midnight's Children, memenangkan Booker Prize 1981.

Kemudian Rushdie menerbitkan bukunya yang berjudul The Satanic Verses pada 1988. Buku tersebut memuat penghinaan terhadap Nabi Muhammad, sehingga menyebabkan kecaman.

Buku Rushdie telah dilarang dan dibakar di India, Pakistan dan wilayah lainnya. Pada 1989 pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini, mengeluarkan sayembara berhadiah  kepada siapapun yang dapat membunuh Rushdie. Khomeini kemudian meninggal pada tahun yang sama, tetapi dekrit tersebut tetap berlaku. Pengganti Khomeini, Ayatollah Ali Khamenei pada 2019 mengatakan, sayembara itu “tidak dapat dibatalkan”.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement