Luncurkan Visi-Misi, Partai KIB Ingin Akhiri Politik Identitas
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan (berdiri) bersama dengan Ketum Golkar Airlangga Hartarto (kuning) dan Ketum PPP Suharso Monoarfa, saat pertemuan akbar dan launching visi misi KIB, di Surabaya, Ahad (14/8/2022). | Foto: istimewa/doc humas
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tiga ketua umum partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) meluncurkan visi misi untuk bekal mengarungi Pilpres 2024 di Hotel Shangri-la Surabaya, Ahad (14/8/2022). Tiga ketua umum yang dimaksud adalah Zulkifli Hasan, ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Airlangga Hartanto ketua Umum Partai Golkar, dan Suharso Monoafa ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Zulkifli Hasan menyatakan, ketiga partai yang tergabung dalam KIB berkumpul dan berkoalisi untuk menentukan arah Bangsa Indonesia ke depan. "Kita bersama-sama merenung, mengkaji, merumuskan, tentang masa depan Indonesia. Karena itu koalisi butuh serangkaian pertemuan termasuk hari ini," kata Zulhas.
Zulhas menyatakan, untuk menentukan arah Bangsa Indonesia ke depan, diperlukan introspeksi dan prospeksi tentang perjalanan yang telah dilalui Indonesia. "Kita menyelam ke dalam, ke samping, ke berbagai arah untuk dapat menapaki perjalanan bangsa," uajrnya.
Zulhas menambahkan, tujuan lain dari partai KIB adalah mengakhiri politik identitas yang secara nyata telah memecah belah persatuan bangsa. Zulhas merasa, perpecahan bangsa sudah sangat meruncing yang ditimbulkan persaingan pada Pilpres dua periode terakhir. Politik identitas tersebut yang diharapkan bisa diakhiri dengan terbentuknya KIB.
"Dua kali pilpres, pembelahan (perpecahan antar pendukung) sampai ke rusuk. Itu yang harus kita akhiri kalau kita ingin menjadi negara maju," kata Zulhas.
Zulhas juga mengajak partai-partai yang tergabung dalam KIB untuk melakukan evaluasi terhadap sistem demokrasi di negeri ini. Zulhas merasa, sistem demokrasi yang berjalan di Indonesia, akhir-akhir ini menjadi demokrasi transaksional.
"Padahal demokrasi transaksional akan menghasilkan kesenjangan, kegaduhan, distrust, dan sebagainya. Maka dari itu harus diluruskan," ujarnya.