Senin 15 Aug 2022 17:55 WIB

PM Jepang: Kami tidak akan Ulangi Kengerian Perang

Jepang tidak akan pernah lagi mengobarkan perang

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida berjanji negaranya tidak akan pernah lagi mengobarkan perang.
Foto: Rodrigo Reyes Marin/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida berjanji negaranya tidak akan pernah lagi mengobarkan perang.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida berjanji negaranya tidak akan pernah lagi mengobarkan perang. Hal itu disampaikan saat Jepang memperingati kekalahannya dalam Perang Dunia II.

"Kami tidak akan pernah lagi mengulangi kengerian perang. Saya akan terus memenuhi sumpah yang teguh ini," kata Kishida dalam sebuah pertemuan yang dihadiri Kaisar Jepang Naruhito di Tokyo, Senin (15/8/2022).

Baca Juga

Sebaliknya, Kishida berjanji, Jepang akan menjadi negara yang mempromosikan perdamaian. "Di dunia di mana konflik masih belum mereda, Jepang adalah pemimpin proaktif dalam perdamaian," ucapnya.

Dalam momen peringatan kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Kishida mengirim persembahan ke Kuil Yasukuni. Namun dia tak menyambangi situs yang menjadi simbol militerisme Negeri Matahari Terbit pada masa lalu itu.

Kuil Yasukuni didedikasikan bagi warga Jepang yang telah meninggal selama perang masa lalu, termasuk Perang Dunia II. Keberadaan kuil tersebut sebenarnya cukup kontroversial sebab Yasukuni turut menghormati para pemimpin Jepang yang telah dihukum sebagai penjahat perang "Kelas A" di pengadilan Sekutu pada 1948.

Awal bulan ini, Jepang melayangkan protes kepada China. Hal itu menyusul jatuhnya lima rudal balistik China di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Jepang saat Negeri Tirai Bambu menggelar latihan militer besar-besaran di Selat Taiwan. "Ini masalah serius yang mempengaruhi keamanan nasional kami," kata Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi pada 4 Agustus lalu.

Jepang dan China diketahui terlibat sengketa klaim atas gugus pulau di Laut China Timur. Jepang menyebut gugus pulau dengan nama Senkaku. Sementara Beijing menamainya Diayou. Persengketaan di Kepulauan Senkaku memiliki potensi dampak yang signifikan bagi hubungan China dan Jepang.

Sejauh ini kedua negara masih sama-sama mempertahankan klaimnya. Pulau-pulau di Senkaku dianggap tak memiliki banyak nilai. Namun perairan di sekitarnya dipandang memiliki peran signifikan, antara lain dalam hal kontrol jalur laut, sumber daya ikan, cadangan energi yang belum dimanfaatkan, dan imperatif militer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement