REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah mengatakan, bahwa tak ada aturan jika menteri yang ingin menjadi calon presiden (capres) harus mendapatkan restu Presiden Joko Widodo. Makanya, restu dari Jokowi jangan dianggap sebagai dukungan politik.
"Jangan dianggap itu terlalu over ekspetasi kalau itu adalah dukungan politik untuk berkontestasi pada pilpres yang akan datang," ujar Basarah di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (15/8).
Pernyataan Jokowi dipandangnya sebagai sebuah asas kepatutan seorang presiden kepada menterinya. Sekali lagi bukan sebuah dukungan politik bagi menteri yang ingin mencalonkan diri di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Dalam konteks itu presiden tidak punya kewajiban untuk merestui atau tidak merestui. Itu menjadi hak politik masing-masing menteri dan menjadi hak warga negara," ujar Basarah.
Selain itu, sudah sewajarnya jika menteri-menteri yang ingin berkontestasi untuk bertanya kepada Jokowi. Sebab, para menteri merupakan anak buah presiden, tapi bukan dalam konteks meminta dukungan politik.
"Artinya, restu dan dukungan itu tidak harus diterjemahkan sebagai sebuah keinginan politik bagi presiden untuk mendukung salah satu atau salah dua atau salah tiga menteri-menteri," ujar Wakil Ketua MPR itu.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mempersilakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk maju menjadi calon presiden pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Menurutnya, hal itu sudah sesuai dengan demokrasi di Indonesia.
“Istilahnya saya kira, karena menyampaikan kepada saya, masak saya bilang ‘jangan, ndak,’ kan gak gitu mustinya. Ya, silakan. Nggak mungkin presiden, misalnya menteri yang ke saya untuk menyampaikan itu, kemudian saya bilang ‘tidak, nggak bisa,” ujar Jokowi kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (12/8).
Jokowi pun mempersilakan masyarakat menafsirkan hal tersebut sebagai bentuk restu untuk maju di Pilpres 204 nanti. “Bahwa itu ditafsirkan sebagai restu, ya, silakan,” ucap Jokowi.