Senin 15 Aug 2022 19:36 WIB

Hari Ini Covid-19 Renggut 26 Jiwa

Epidemiolog mengatakan kematian yang tinggi jadi indikator keparahan wabah.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Indira Rezkisari
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyebutkan kasus orang yang meninggal akibat virus Corona di Indonesia bertambah 26 orang menjadi sebanyak 157.252 orang pada Senin (15/8/2022).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyebutkan kasus orang yang meninggal akibat virus Corona di Indonesia bertambah 26 orang menjadi sebanyak 157.252 orang pada Senin (15/8/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyebutkan kasus covid pada Senin (15/8/2022) di Indonesia bertambah 3.558. Dengan penambahan ini, jumlah total kasus positif Covid-19 sebanyak 6.286.362 orang.

Untuk jumlah orang yang meninggal akibat virus Corona di Indonesia bertambah 26 orang menjadi sebanyak 157.252 orang. Jumlah kasus aktif Covid-19 di Indonesia mencapai 52.181 kasus, berkurang 946 dari sehari sebelumnya. Sementara itu, jumlah yang sembuh dari kasus Covid-19 bertambah 4.508 orang sehingga menjadi sebanyak 6.076.929 orang.

Baca Juga

Menurut data Satgas, tambahan kasus positif Covid-19 terbanyak disumbang oleh DKI Jakarta, yaitu sebanyak 1.902 orang. Selanjutnya Provinsi Jawa Barat dengan tambahan 572 orang positif Covid-19, Banten 388 orang, Jawa Timur 240 orang, Jawa Tengah 94, Bali 77 orang dan Sumatera Utara 59 orang.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menekankan bertambahnya angka kematian harus menjadi bahan evaluasi kebijakan pemerintah dalam upaya pengendalian pandemi. Menurutnya, angka kematian yang dilaporkan saat ini merupakan fenomena puncak gunung es, atau masih jauh dari situasi yang sebenarnya terjadi.

"Angka kematian yang terjadi merupakan akumulasi dari kegagalan proses di hilir sampai ke hulu yang menggambarkan ketelatan berbagai respons," kata Dicky Budiman kepada Republika, Senin (15/8/2022).

Dicky mengatakan, meningkatnya angka kematian di saat belum mencapai puncak gelombang, menunjukan banyaknya kasus infeksi di masyarakat yang tidak cepat ditemukan dan dirujuk untuk penanganan kesehatan yang tepat.

Ia pun khawatir bila kasus infeksi yang terjadi sudah mengarah pada kelompok paling berisiko di masyarakat, seperti lansia, pasien dengan komorbid. "Indikator kematian adalah indikator keparahan suatu wabah. Artinya, situasi buruk atau bisa jadi memburuk," tegasnya.

Oleh karenanya, ia mendorong agar booster pertama dan kedua bagi masyarakat segera dilakukan untuk mencegah penularan pada kelompok berisiko. "Bukan hanya terbatas pada prokes, tapi juga temuan kasusnya," katanya.

Dicky memprediksi puncak gelombang baru ini akan berlangsung pada akhir Agustus atau awal September 2022. Ia juga mendorong peran ahli kesehatan masyarakat di setiap level untuk mengingatkan pengambil kebijakan pengendalian wabah untuk mengantisipasi korban yang lebih banyak.

"Itulah pentingnya pendekatan kesehatan publik yang tepat. Kalau kebijakan terlambat, itu korbannya bisa sampai jutaan jiwa," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement