Selasa 16 Aug 2022 12:55 WIB

Contoh Toleransi Islam yang Diteladankan Rasulullah SAW dan Umar bin Khattab RA

Toleransi merupakan prinsip yang sangat agung dalam Islam

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Umat Islam berjalan memasuki Masjid Nurul Hikmah (kiri) yang berhadapan dengan Gereja Injil Tanah Jawa (GITJ) (kanan) di Dukuh Pekoso, Desa Tempur, Keling, Jepara, Jawa Tengah (ilustrasi toleransi). Toleransi merupakan prinsip yang sangat agung dalam Islam
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Umat Islam berjalan memasuki Masjid Nurul Hikmah (kiri) yang berhadapan dengan Gereja Injil Tanah Jawa (GITJ) (kanan) di Dukuh Pekoso, Desa Tempur, Keling, Jepara, Jawa Tengah (ilustrasi toleransi). Toleransi merupakan prinsip yang sangat agung dalam Islam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Agama Islam memerintahkan agar manusia bertoleransi dan memilih yang mudah selama diperkenankan.

Prof M Quraish Shihab dalam buku terbarunya yang berjudul  "Toleransi: Ketuhanan, Kemanusiaan dan Keberagamaan", menuturkan, Allah SWT memang telah menetapkan kemudahan dalam tuntunan-Nya. 

Baca Juga

Namun demikian, setelah kemudahan-kemudahan itu, lahir lagi toleransi-toleransi yang mestinya menjadikan seseorang dapat dengan sangat mudah melaksanakan tuntunan agama.   

Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menjabarkan toleransi dalam kehidupan sosial berdasarkan ayat-ayat Alquran. Tidak hanya itu, dia juga mengungkapkan beberapa contoh penerapan toleransi oleh Nabi SAW dan umat Islam. 

Di antaranya, saat nabi menggagas Piagam Madinah yang kandungannya mengatur hubungan antarmasyarakat Madinah yang plural. 

Selain itu, penulis juga mengungkapkan teladan Nabi SAW saat berjanji kepada umat Kristiani setelah berhasil memasuki kota Makkah pada 360 M. 

Menurut Quraish Shihab, secara umum tujuan utama dari janji Nabi kala itu adalah untuk terciptanya hubungan harmonis umat Islam dan umat Kristiani. 

Apalagi, diakui oleh semua pihak, bahkan oleh Alquran bahwa hubungan kedua pemeluk agama ini, pada masa hidup Nabi sangat harmonis. Hal ini ditegaskan dalam Surat al-Maidah ayat 82.

 لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menymbongkan diri.

Meskipun buku ini tipis, nilai-nilai toleransi dalam karya ini sangat padat dengan merujuk Alquran, hadits, bahkan sejarah. 

Misalnya, penulis menceritakan bahwa Khalifah Umar bin Khattab ketika dipersilakan untuk sholat di dalam gereja, dia memilih untuk sholat di tangga. 

Umar khawatir, jika sholat di dalam gereja, nanti umat Islam akan mengklaim gereja itu miliknya, lalu mereka mengubahnya menjadi masjid. 

Terlepas dari sahih tidaknya riwayat yang dinukil Ibnu Khaldun ini, tapi yang jelas bahwa gereja tidak boleh diubah statusnya secara paksa menjadi masjid atau bangunan apapun.    

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement