Selasa 16 Aug 2022 16:35 WIB

Israel Batalkan Konferensi Peringatan Dua Tahun Kesepakatan Abraham

Beberapa negara Arab menolak untuk berpartisipasi dalam KTT Kesepakatan Abraham.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
 Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, kiri, Presiden Donald Trump, Menteri Luar Negeri Bahrain Khalid bin Ahmed Al Khalifa dan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Abdullah bin Zayed al-Nahyan bereaksi di Blue Room Balcony setelah menandatangani Abraham Accords selama upacara di South Lawn Gedung Putih, Selasa (15/9/2020), di Washington.
Foto: AP/Alex Brandon
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, kiri, Presiden Donald Trump, Menteri Luar Negeri Bahrain Khalid bin Ahmed Al Khalifa dan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Abdullah bin Zayed al-Nahyan bereaksi di Blue Room Balcony setelah menandatangani Abraham Accords selama upacara di South Lawn Gedung Putih, Selasa (15/9/2020), di Washington.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel telah membatalkan penyelenggaraan konferensi tingkat tinggi (KTT) untuk menandai peringatan dua tahun Kesepakatan Abraham yang ditandatangani dengan negara-negara Arab. Menurut laporan media lokal Israel, diplomat dari beberapa negara Arab menolak untuk berpartisipasi dalam KTT tersebut.

Laporan itu mengatakan, negara-negara Arab tidak ingin ikut campur dalam pemilihan umum di Israel yang akan datang. Oleh karena itu, mereka menolak berpartisipasi dalam KTT yang menandai dua tahun Kesepakatan Abraham atau Abraham Accord.

Baca Juga

"Dengan sangat sedih, kami terpaksa menunda konferensi yang menandai peringatan dua tahun Kesepakatan Abraham karena urgensi pemilihan umum, dan agar tidak menyeret mitra kami ke dalam kampanye," kata Menteri Kerjasama Regional, Esawi Freige, dilansir Middle East Monitor, Selasa (16/8/2022).

Kesepakatan Abraham menjadi landasan bagi Israel untuk menormalkan hubungan diplomatik dengan beberapa negara Arab. Kesepakatan ini diluncurkan oleh pemerintahan mantan Presiden Donald Trump pada 2020 lalu. Empat negara Arab yaitu Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudah menormalkan hubungan dengan Israel. Upacara penandatanganan kesepakata  tersebut digelar di Gedung Putih dan disaksikan langsung oleh Trump.

Trump dilaporkan mengirim surat rahasia kepada mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Surat kabar Jerusalem Post mengatakan, surat setebal tiga halaman dan tertanggal 26 Januari 2020 itu berisi dukungan Trump atas rencana Israel untuk mencaplok wilayah Palestina.

"Israel akan dapat memperluas kedaulatan ke bagian-bagian wilayah Tepi Barat jika Netanyahu menyetujui Negara Palestina di wilayah yang tersisa," tulis Trump dalam surat itu.

Netanyahu menerima surat itu dua hari sebelum Trump mengumumkan Kesepakatan Abraham atau yang disebutnya sebagai "kesepakatan abad ini" untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Kesepakatan itu ditolak keras oleh Palestina. Para pemimpin Palestina mengatakan, kesepakatan ini adalah upaya untuk mencegah Palestina mendapatkan kemerdekaan dan kedaulatan.

Kesepakatan abad ini yang disebut oleh Trump, mengacu pada Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tidak terbagi. Kesepakatan tersebut juga mengakui kedaulatan Israel atas sebagian besar wilayah pendudukan Tepi Barat.

Rencana tersebut melibatkan pembentukan negara Palestina Balkan dalam bentuk kepulauan yang dihubungkan oleh jembatan dan terowongan. Para pejabat Palestina mengatakan, di bawah rencana AS, Israel akan mencaplok 30-40 persen wilayah pendudukan Tepi Barat, termasuk seluruh Yerusalem Timur.

Di bawah tekanan internasional, Netanyahu tidak mengumumkan rencana pencaplokannya seperti yang dijadwalkan pada Juli 2020. Netanyahu mengklaim menunda pengumuman tersebut, hingga kemudian dia lengser.

Pembicaraan damai antara Palestina dan Israel 2014 gagal mencapai kesepakatan. Karena Israel menolak untuk membebaskan tahanan Palestina dan menghentikan perluasan pembangunan pemukiman Yahudi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement