REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan defisit anggaran maksimal tiga persen pada 2023 atau sebesar 2,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi Rp 598,2 triliun. Adapun target ini lebih rendah dibandingkan outlook tahun ini sebesar Rp 732,2 triliun atau 3,93 persen terhadap PDB.
Presiden Joko Widodo mengatakan target tersebut dengan mencermati kebutuhan belanja negara dan optimalisasi pendapatan negara. "Defisit anggaran 2023 merupakan tahun pertama kita kembali ke defisit maksimal tiga persen terhadap PDB," ujarnya saat RUU APBN Tahun Anggaran 2023 dan Nota Keuangan pada Rapat Paripurna DPR, Selasa (16/8/2022).
Menurutnya, defisit akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati, dengan menjaga keberlanjutan fiskal. Adapun komitmen untuk menjaga keberlanjutan fiskal dilakukan agar tingkat risiko utang selalu dalam batas aman melalui pendalaman pasar keuangan.
"Pemerintah terus meningkatkan efektivitas pembiayaan investasi, khususnya kepada BUMN dan BLU yang diarahkan penyelesaian infrastruktur strategis pusat dan daerah, pemberdayaan masyarakat, serta sinergi pembiayaan dan belanja," ucapnya.
Secara oerinci, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp 2.443,6 triliun pada 2023. Hal ini terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.016,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 426,3 triliun.
Kemudian belanja negara dalam RAPBN 2023 sebesar Rp 3.041,7 triliun, terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp 993,2 triliun dan belanja non K/L sebesar Rp 1.236,9 triliun. Sedangkan transfer ke daerah sebesar Rp 811,7 triliun.
Lalu pembiayaan anggaran ditargetkan sebesar Rp 598,2 triliun. Angka ini menurun dari outlook tahun ini sebesar Rp 732,2 triliun. "Komitmen untuk menjaga keberlanjutan fiskal dilakukan agar tingkat risiko utang selalu dalam batas aman melalui pendalaman pasar keuangan," ucapnya.