REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut laporan dugaan suap yang dilakukan Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo ke sejumlah kalangan. Suap tersebut diduga bagian dari upaya mantan kepala Divisi Propam Polri itu menutupi dan merekayasa kasus pembunuhan Brigadir J.
Bukan cuma meminta KPK, Pengacara Kamaruddin Simanjuntak juga meminta agar Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) turut melakukan pelacakan perbankan dari empat rekening milik Brigadir J. Akun keuangan milik Irjen Sambo dan isterinya Putri Candrawathi Sambo juga harus dilacak.
Menurut dia, ada kejanggalan transaksi yang berasal dari rekening tersebut kepada sejumlah pihak dalam aksi menghambat proses penyidikan pembunuhan terhadap Brigadir J. “Kalau soal suap, itu kan sudah ada yang melaporkan ke KPK. Kita minta juga agar itu diproses, karena sudah ada pengakuan juga dari keterlibatan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban),” ujar Kamaruddin di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (16/8/2022).
Kamaruddin menjelaskan, dari pengakuan LPSK, disebutkan adanya pertemuan bersama Irjen Sambo di Kantor Propam Mabes Polri, Jakarta, pada Rabu (13/7/2022). Pertemuan tersebut terkait permintaan Sambo kepada LPSK untuk memberikan perlindungan saksi dan korban terhadap Putri Sambo dan ajudannya, Bharada Richard Eliezer (E).
Usai pertemuan tersebut, Sambo lewat ajudannya memberikan sejumlah amplop cokelat kepada para komisioner LPSK. Amplop tersebut diduga berisikan sejumlah uang. Kata Kamaruddin, dugaan suap, juga dilakukan Sambo dengan mengguyur uang ke sejumlah pihak. Namun Kamaruddin tak membeberkan pihak mana saja yang mendapatkan uang dari Sambo tersebut.
“Ada yang (Rp) 500 juta, ada yang sampai (Rp) 1 miliar, dan sebagainya. Jadi kita pikir, memang semua ini memang sudah disiapkan semua untuk menutup-nutupi pembunuhan almarhum J ini,” ujar Kamaruddin.
Terkait dugaan suap kepada para komisioner LPSK ini, Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias, pekan lalu (12/8/2022) mengakui kabar pemberian amplop tersebut. “Memang itu kejadiannya pada saat awal-awal kita bertemu (dengan Irjen Sambo), pada saat awal-awal permohonan perlindungan itu,” kata Susi.
Kata dia, setelah pertemuan, seseorang yang diduga sebagai ajudan Irjen Sambo memberikan amplop yang diduga berisikan uang. “Ada dua amplopnya. Dan memang kita menduga itu isinya uang,” ujar Susi.
Akan tetapi, kata Susi, pemberian amplop tersebut ditolak oleh para komisioner LPSK. “Dan kita langsung seketika menolak pemberian itu. Iya, kami kembalikan langsung saat itu juga,” ujar Susi. Namun, ketika ditanya mengapa pengembalian amplop yang diduga berisikan uang tersebut tak disertai dengan pelaporan? Susi mengatakan, hal tersebut tak perlu dilakukan karena sudah kerap terjadi para komisioner LPSK mengalami hal serupa di kasus-kasus lain.
“Itu bukan kali pertama LPSK mengalaminya. Dan selalu kami menolaknya,” ujar Susi.
Terkait desakan keterlibatan PPATK oleh pengacara, Kamaruddin melanjutkan, karena diduga adanya aliran sejumlah uang dari rekening Irjen Smabo dan Putri Sambo. Bahkan, dikatakan Kamaruddin, ada aktivitas perbankan yang mencurigakan dari empat rekening milik Brigadir J ke rekening milik Sambo. Namun, aktivitas keuangan dari rekening Brigadir J itu terjadi setelah Brigadir J ditemukan tewas pada Jumat (8/7/2022).
“Jadi kita ada temukan itu aktivitas transfer antara rekening milik orang yang sudah mati. Dan itu sangat tidak mungkin kan?” ujar Kamaruddin.
Di dalam rekening Brigadir J itu, terdapat masing-masing saldo berkisar antara Rp 200-an juta. Namun terdeteksi pada Senin (11/8/2022), terjadi pengurasan isi saldo yang mengalir ke rekening milik Irjen Sambo dan para ajudan lainnya.
“Jadi selain dibunuh, kita duga perbuatan kejahatan yang dilakukan oleh saudara FS ini, juga melakukan pencurian dengan menguasai seluruh rekening milik almarhum,” ujar Kamaruddin.
Kamaruddin menambahkan, dari sejak mula kasus pembunuhan Brigadir J ini terungkap sampai saat ini, tim penyidik sempat menyatakan, sejumlah alat komunikasi berupa handphone, laptop, dan kartu ATM milik Brigadir J tak ditemukan. Belakangan, barang-barang tersebut dibumihanguskan untuk menghilangkan barang bukti dan merekayasa kasus pembunuhan itu.
Dalam penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J, Bareskrim Polri sudah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Irjen Sambo, Bharada Richard Eliezer (E), Bripka Ricky Rizal (RR), dan pembantu rumah tangga berinisial KM.
Empat tersangka itu dijerat dengan Pasal 340 KUH Pidana subsider 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55, dan Pasal 56 KUH Pidana tentang pembunuhan berencana, pembunuhan, dan turut serta melakukan pembunuhan, dan memfasilitasi kejahatan menghilangkan nyawa orang lain. Pasal itu mengancam para tersangka dengan hukum mati.