REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pantun telah masuk ke dalam Representative List of the Intangible Cultural Heritage (ICH) of Humanity UNESCO atau Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda tentang Kemanusiaan atas usulan Indonesia dan negara sahabat, Malaysia. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, menuturkan Indonesia telah mencatat sejarah penting karena pantun diakui sebagai budaya dunia.
"Budaya telah membuktikan ia mampu menjadi pemersatu bangsa, lintas negara, bahkan menjadi simbol perdamaian. Pantun menjadi roh yang menyatu dalam masyarakat Melayu yang sarat makna dan menjadi penanda jati diri kita sebagai bangsa yang arif," jelas Nadiem dalam siaran pers, Selasa (16/8/2022).
Dia menjelaskan, pantun telah dikenal lebih dari 500 tahun yang lalu sebagai tradisi lisan masyarakat Melayu di wilayah kepulauan di Asia Tenggara. Pantun merupakan syair yang digunakan untuk mengekspresikan ide dan perasaaan juga nasihat-nasihat sejak kelahiran manusia hingga kematian.
Nadiem kemudian menyampaikan apresiasi kepada pemerintah provinsi Riau, pemerintah provinsi Kepulauan Riau, Asosiasi Tradisi Lisan, Lembaga Adat Melayu, Jabatan Warisan Negara Malaysia, dan segenap masyarakat yang telah mendukung pengusulan pantun dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda Indonesia dalam Intangible Cultural Heritage UNESCO.
“Mari kita sama-sama menjaga kelestarian pantun demi nilai-nilai pendidikan dan kebudayaan yang luhur,” terang Nadiem. Semua itu Nadiem sampaikan dalam kesempatan penyerahan Sertifikat UNESCO untuk Pantun kepada Pemerintah Provinsi Riau, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Asosiasi Tradisi Lisan, dan Komunitas Pantun di Jakarta beberapa waktu lalu.
Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti, mengakui penetapan pantun sebagai warisan budaya Indonesia, merupakan suatu kebanggaan. “Suatu kehormatan bagi kami, dapat menyerahkan langsung sertifikat pantun ini kepada perwakilan komunitas pantun dan pemerintah daerah,” jelas Suharti.
Sertifikat diberikan oleh Suharti kepada perwakilan gubernur provinsi Riau, yaitu Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, Yoserizal; Ketua Asosiasi Tradisi Lisan, Pudentia; maestro pantun, Ali Pon dan Saparilis; serta perwakilan gubernur provinsi Kepulauan Riau, yaitu Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau, Juramadi Esram.
Suharti menuturkan, perjuangan pengusulan pantun merupakan langkah yang tidak singkat, dimulai pada 2016 dengan inisiasi komunitas pantun dan Asosiasi Tradisi Lisan yang tetap mengawal pengusulan hingga ditetapkan.
“Upaya pengusulan bersama diawali dengan melakukan penjajakan, komunikasi bersama dengan negara serumpun Melayu lain, di antaranya Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan Filipina. Akhirnya diputuskan pengusulan bersama oleh dua negara, Indonesia dan Malaysia,” jelas Suharti.
Menjadikan pantun warisan dunia harus diawali riset untuk mengetahui kondisi terkini keberadaan pantun di Indonesia dan Malaysia. “Apalagi sebagai sebuah tradisi lisan, pewarisan nilai-nilai yang ada pada pantun pasti berbeda dengan pewarisan tradisi lainnya,” terang Suharti.
Proses pengusulan juga tidak mudah. Menurut dia UNESCO amat selektif dalam menilai dan menetapkan warisan budaya. Tetapi, kata dia, semua hambatan yang dihadapi tidak menyurutkan semangat. Upaya pantang menyerah itu akhirnya berbuah manis.
"Pada tahun 2020, di tengah-tengah bencana pandemi Covid-19, Indonesia mendapat berita menggembirakan dan membanggakan, bahwa pantun ditetapkan menjadi warisan budaya dunia,” ucap Suharti.
Suharti juga berharap agar kolaborasi bersama masyarakat dan pemerintah daerah tidak berakhir di sini. Menurutnya, kedua belah pihak perlu terus bersama-sama memastikan keberlangsungan pantun sebagai sebuah warisan budaya dunia. Tradisi itu harus bisa kita turunkan ke generasi-generasi berikutnya.
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, yang memberikan sambutan secara daring, menuturkan bahwa pengusulan pantun bersama negara lain merupakan hal perdana dilakukan Indonesia. Dia berharap hal itu menjadi pintu untuk membuka dialog budaya sebagai bagian dari diplomasi budaya yang lebih baik lagi dengan negara-negara di kawasan ASEAN khususnya dan negara-negara lain yang memiliki Kebudayaan yang sama atau mirip di belahan dunia lain.
"Agar tercipta perdamaian dengan saling menghargai dan menghormati antar negara-negara di dunia,” kata Retno.