Rabu 17 Aug 2022 14:41 WIB

Komisi Tinggi HAM PBB Kunjungi Kamp Pengungsi Rohingya

Masifnya arus pengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh memicu krisis kemanusiaan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
 Foto selebaran yang dirilis oleh Angkatan Laut Kerajaan Thailand menunjukkan seorang tentara Thailand membantu pengungsi Rohingya setelah ditemukan di pulau Dong, dekat perbatasan Thailand-Malaysia di provinsi paling selatan Satun di Thailand, 04 Juni 2022 (dikeluarkan 05 Juni 2022).
Foto: EPA-EFE/ROYAL THAI NAVY
Foto selebaran yang dirilis oleh Angkatan Laut Kerajaan Thailand menunjukkan seorang tentara Thailand membantu pengungsi Rohingya setelah ditemukan di pulau Dong, dekat perbatasan Thailand-Malaysia di provinsi paling selatan Satun di Thailand, 04 Juni 2022 (dikeluarkan 05 Juni 2022).

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Michelle Bachelet melakukan kunjungan perdana ke kamp-kamp pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh, Selasa (16/8/2022). Selain meninjau kehidupan di sana, dia turut bertemu dengan perwakilan masyarakat sipil dan pengungsi Rohingya.

“Diperkirakan 1,1 juta orang Rohingya berada di Bangladesh sekarang, yang berarti Cox’s Bazar. Beberapa (pengungsi) di antaranya di Bhashan Char,” kata Bachelet, dikutip laman UN News.

Baca Juga

Dalam kunjungannya, Bachelet bertemu dengan para pemimpin agama serta kelompok perempuan dan pemuda dari pengungsi Rohingya. “Mereka menggambarkan keluhan mereka, rasa sakit mereka, bagaimana mereka pergi dan kehilangan semua yang mereka miliki, (termasuk) mata pencaharian mereka serta orang-orang terkasih,” ucapnya.

Dua remaja pengungsi Rohingya yang masing-masing berusia 15 tahun dan 18 tahun mengutarakan harapan mereka untuk kembali ke Myanmar kepada Bachelet. Mereka pun ingin memperoleh status warga negara. “Ketika hak-hak kami dihormati, kami dapat memiliki mata pencaharian kami lagi, dan kami dapat memiliki tanah, dan kami dapat merasa bahwa kami adalah bagian dari negara,” kata Bachelet menceritakan percakapan mereka.

Dia menegaskan kembali pentingnya terus memastikan kondisi yang aman dalam setiap pemulangan pengungsi Rohingya ke Myanmar. Hal itu pun harus dilakukan secara sukarela dan bermartabat. “PBB melakukan yang terbaik yang kami bisa untuk mendukung mereka. Kami akan terus melakukan itu,” ujarnya.

Pada Agustus 2017, lebih dari 700 ribu Rohingya melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar, dan mengungsi ke Bangladesh. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal untuk menangkap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Warga sipil ikut menjadi korban dalam operasi tersebut. Selain membakar permukiman, militer Myanmar dilaporkan turut memperkosa perempuan-perempuan Rohingya dan membantai para lelaki dari etnis tersebut.

Masifnya arus pengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh segera memicu krisis kemanusiaan. Para pengungsi Rohingya terpaksa harus tinggal di tenda atau kamp dan menggantungkan hidup pada bantuan internasional. 

Bangladesh telah mulai memindahkan ribuan pengungsi Rohingya ke sebuah pulau terpencil bernama Bhasan Char di Teluk Benggala. Bangladesh mengklaim relokasi pengungsi Rohingya ke Bhasan Char dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan. Klaim itu muncul karena adanya dugaan bahwa proses relokasi pengungsi dilakukan secara paksa.

Bangladesh pun meyakinkan bahwa Bhasan Char aman serta layak ditinggali. Fasilitas seperti perumahan dan rumah sakit tengah dibangun di sana. Menurut Bangladesh, kamp-kamp pengungsi yang kian padat di Cox's Bazar telah memicu aksi kejahatan, termasuk kekerasan. Hal itu turut menjadi alasan mengapa sebagian pengungsi Rohingya ingin direlokasi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement