REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Seorang siswa sebuah sekolah menengah pertama (SMP) di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, diduga menjadi korban pengaiayaan teman sekelasnya. Korban berinisial M (13 tahun) itu bahkan harus menjalani perawatan di fasilitas kesehatan setempat.
Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Cikajang, Inpektur Satu (Iptu) Sularto, mengatakan, pihaknya telah menerima laporan kasus itu pada 10 Agustus 2022. Menurut dia, aparat kepolisian telah melakukan pemeriksaan ke tempat kejadian perkara (TKP) dan melakukan pendekatan untuk meminta keterangan korban.
"Kami menangani tindak pidana anak di bawah umur di salah satu SMP di wilayah Cikajang," kata dia saat konferensi pers, Rabu (17/8/2022).
Berdasarkan pemeriksaan sementara, peristiwa itu berawal ketika korban dan dua teman sekelasnya, yang masing-masing berinisial FS dan LP, saling ejek ketika sedang menghias ruangan jelang peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Dari saling ejek itu, kedua temannya itu melakukan kekerasan kepada korban.
Menuru Kapolsek, kedua pelaku diduga mencekik dan menampar korban. Ihwal adanya informasi korban dibanting ke meja oleh kedua pelaku, polisi tidak menemukan buktinya.
Akibat kejadian itu, korban sempat menjalani rawat inap di fasilitas kesehatan yang berada di Kecamatan Cikajang. Keluarga juga berinisiatif melakukan pemeriksaan CT-scan kepada korban di sebuah rumah sakit.
"Hasilnya dinyatakan sehat. Dari hasil visum juga tidak ada bekas luka fisik. Kemungkinan korban dirawat karena ada penyakit bawaan," kata Sularto.
Ia menambahkan, pihak korban dan pelaku diketahui sudah melakukan proses musyawarah untuk menyelesaikan masalah itu. Musyawarah itu disebut merupakan inisiatif dari pihak sekolah.
"Kasus itu dijembatani oleh sekolah, korban dan kedua pelaku melakukan musyawarah hitam di atas putih," kata dia.
Kendati demikian, polisi disebut akan tetap bersikap profesional. Artinya, penyelidikan terkait kasus itu akan tetap berjalan meski kasus kedua belah pihak telah menyelesaikan kasus itu dengan musyawarah.
"Kami akan periksa semua. Namun karena di bawah umur, kami mengarah ke diversi. Yang jelas semua ada aturannya," ujar Sularto.
Sularto menambahkan, pihaknya juga telah meminta keluarga untuk memeriksakan kondisi psikologis korban. Pasalnya, korban masih belum mau sekolah sejak kejadian itu.
"Karena anak tidak boleh terlalu lama tidak belajar. Kasihan. Dia belum sekolah lagi," kata dia.
Salah seorang guru di sekolah yang menjadi TKP, Nina Supinah, mengatakan, korban masih belum masuk ke sekolah sejak Rabu (10/8/2022). Padahal, secara fisik kondisi korban dinilai sudah sehat.
Nina mengaku telah berkunjung ke rumah korban dan memberi motivasi. Namun, orang tua korban memintanya untuk tidak berbicara tentang masalah sekolah.
"Kami sudah berbicara ke nenek korban untuk mengupayakan agar korban sembuh terlebih dahulu, sehingga anak bisa kembali cepat ke sekolah. Sebab kalau terlalu lama, biasanya anak akan merasa malu datang ke sekolah," kata dia.