REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kementerian Pertahanan China mengatakan militer China akan mengirimkan pasukannya ke Rusia. Para tentaranya itu akan ikut latihan gabungan dengan Rusia dan negara-negara lain seperti India, Belarusia, dan Tajikistan.
"(Partisipasi China dalam latihan gabungan) tidak ada hubungannya dengan situasi internasional dan regional saat ini," kata kementerian dalam pernyataannya, Rabu (17/8/2022).
"Tujuan untuk memperdalam kerja sama bersahabat dan praktis antara angkatan bersenjata negara-negara peserta, memperkuat tingkat kolaborasi strategis antara pihak yang berpartisipasi, dan memperkuat kemampuan untuk merespon berbagai ancaman keamanan," tambah kementerian.
Sebelumnya dalam konferensi keamanan yang dihadiri oleh pejabat militer dari Afrika, Asia, dan Amerika Latin, Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh Amerika Serikat (AS) ingin mempertahankan hegemoninya di seluruh dunia. Caranya dengan memperpanjang konflik di Ukraina.
"Mereka membutuhkan konflik untuk mempertahankan hegemoni mereka itulah mengapa mereka mengubah orang Ukraina menjadi umpan meriam," kata Putin, Selasa (16/8/2022) kemarin.
Putin menegaskan kembali klaim lama yang sering diulang. Keputusannya mengirim pasukan ke Ukraina sebagai tanggapan terhadap AS yang mengubah negara itu menjadi benteng anti-Rusia.
"Situasi di Ukraina menunjukkan bahwa Amerika Serikat sedang mencoba untuk menarik konflik keluar," ujar Putin.
Putin mengatakan AS saat ini sedang bertindak dengan cara yang persis seperti yang terjadi di Ukraina. "Mencoba untuk memicu konflik di Asia, Afrika dan Amerika Latin," katanya.
Pidato tersebut merupakan upaya terbaru pemimpin Kremlin untuk menggalang dukungan di tengah sanksi Barat yang menargetkan ekonomi dan keuangan Moskow. Saksi yang diberikan juga menghantam kepada struktur pemerintahannya, pejabat tinggi, dan bisnis atas tindakan Moskow di Kiev sejak 27 Februari.
Putin juga menarik persamaan antara AS yang mendukung Ukraina dan kunjungan baru-baru ini ke Taiwan oleh Ketua House of Representatives AS Nancy Pelosi. Dia menuduh bahwa keduanya adalah bagian dari dugaan upaya Washington untuk memicu ketidakstabilan global.
"Petualangan Amerika di Taiwan bukan hanya perjalanan politisi yang tidak bertanggung jawab," katanya.