REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyadari pentingnya peran kewirausahaan dalam mendukung perekonomian negara, pemerintah perlu menerbitkan serangkaian kebijakan yang fokus kepada pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), termasuk UMKM yang dikelola perempuan.
“Memperluas dan membangun usaha yang dikelola perempuan dapat membuka peluang yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akan tetapi, usaha milik perempuan masih sulit untuk berkembang, bahkan untuk naik kelas. Mayoritas usaha milik perempuan berada dalam kategori mikro dan kecil,” ungkap Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan.
Ia menjelaskan, usaha kecil dan mikro yang dikelola perempuan masih menemui berbagai hambatan dalam perkembangannya, sehingga banyak memunculkan keengganan bagi mereka untuk memperbesar skala usahanya. Hambatan datang dari stigma yang muncul di lingkungan masyarakat bahwa perempuan seharusnya mengurus urusan rumah tangga saja.
Tantangan lainnya ialah literasi digital, mengingat banyaknya peluang yang bisa didapat untuk memajukan usaha di era digital dengan pemanfaatan ragam layanan digital untuk pemasaran produk atau jasa.
Untuk mengatasi hambatan perempuan dalam menjalankan usahanya, pemerintah dan sektor pendukung UMKM, pemerintah perlu membuat adanya basis data tunggal UMKM dan data yang berbasis gender untuk memudahkan pemerintah maupun swasta dalam menargetkan bantuan atau program kepada wirausaha perempuan. Pembuatan data tunggal dan berbasis gender ini juga sudah dimandatkan dalam UU Cipta Kerja pasal 88.
Peran aktif pemerintah pusat dan daerah dalam mengidentifikasi dan memetakan potensi UMKM perempuan sangat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan melalui bantuan teknis seperti kemudahan dan bantuan pendaftaran nomor induk usaha, pendampingan dalam mendapatkan sertifikat standar atau izin produk, memberikan pelatihan usaha yang disesuaikan dengan kebutuhan wirausaha perempuan, maupun penyediaan infrastruktur pendukung.
“Selain itu pelatihan literasi digital dan keuangan kepada mereka masih sangat perlu ditingkatkan. Membantu wirausaha perempuan memanfaatkan teknologi, dapat membuka akses pada pasar yang lebih luas dan kemudahan dalam mendapatkan bahan baku,” tambahnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Ekonomi Digital Kementerian Koordinator Perekonomian Edwin Manansang menyebut, pemerintah memang memprioritaskan kebijakan dalam menginklusikan perempuan terutama dalam UMKM karena mayoritas pelaku UMKM adalah perempuan. Pandemi mendorong ibu rumah tangga dalam meningkatkan ekonomi keluarga dengan membuka usaha yang secara garis besar telah mengadopsi pengetahuan-pengetahuan digital.
Ia mengakui masih adanya kendala dan tantangan dalam mendukung peningkatan peran perempuan dalam perekonomian, seperti gender pay gap, minimnya literasi digital dan keterampilan digital, kurangnya akses pada jaminan (banyak aset atas nama suami), minimnya akses terhadap dan kurangnya pengetahuan terkait layanan keuangan.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tengah menyusun sinergi seluruh kegiatan ekonomi digital antar lembaga untuk mendukung partisipasi perempuan melalui Strategi Pengembangan Ekonomi Digital. Strategi ini akan melibatkan banyak entitas atau lintas sektor dari kelompok swasta hingga akademisi.
Lima pilar penting dalam strategi ini mencakup infrastruktur, sumber daya manusia, riset dan inovasi, iklim usaha digital serta pendanaan dan investasi.
“Sinergi dan koordinasi menjadi aspek paling penting untuk mendistribusikan program secara merata dan sesuai kebutuhan daerah, sekarang ada satelit yang dipersiapkan untuk menjangkau daerah 3T di tempat-tempat umum secara gratis,” ungkapnya.