Kamis 18 Aug 2022 11:42 WIB

Presiden Jokowi Ingatkan Menteri dan Pejabat tak Bekerja Standar

Presiden Jokowi mengatakan, dunia sedang menghadapi situasi yang tidak mudah.

Red: Ratna Puspita
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Foto: ANTARA FOTO/HO/Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo (Jokowi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan agar para menteri dan pejabat pemerintahan tidak hanya melakukan rutinitas dan bekerja standar karena kondisi dunia sedang tidak normal. Sebab, Presiden Jokowi mengatakan, dunia sedang menghadapi situasi yang tidak mudah.

"Kami tidak boleh bekerja standar, tidak bisa lagi, karena keadaannya tidak normal. Kami tidak boleh bekerja rutinitas, karena memang keadaannya tidak normal. Tidak bisa kita memakai standar-standar baku, standar-standar pakem, tidak bisa. Para menteri, gubernur, bupati, wali kota, juga sama, tidak bisa lagi kita bekerja rutinitas, tidak," kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Kamis (18/8/2022).

Baca Juga

Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022 yang dihadiri, antara lain, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, para Menteri Kabinet Indonesia Maju maupun Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).

"Dunia menghadapi situasi yang sangat sulit. Semua negara menghadapi situasi yang sangat-sangat sulit. Dimulai dari pandemi Covid-19 yang belum pulih dan beberapa negara saat ini masih pada angka yang tinggi, kemudian masuk muncul perang, muncul krisis pangan, muncul krisis energi, muncul krisis keuangan, inilah yang saya bilang tadi keadaan yang sangat sulit," kata presiden.

Presiden Jokowi menyebut para pejabat pemerintah tidak bisa hanya bekerja hanya melihat angka makro. "Tidak bisa, tidak akan jalan, percaya saya. Makro dilihat, mikro dilihat, lebih lagi harus detail juga dilihat lewat angka-angka dan data-data karena memang keadaannya tidak normal," kata presiden.

Presiden Jokowi meminta agar para bupati, wali kota, dan gubernur betul-betul mau bekerja sama dengan Tim TPID di daerah dan Tim Inflasi di pusat. "Tanyakan di daerah kita apa yang harganya naik, yang menyebabkan inflasi? Bisa saja beras, bisa. Bisa saja tadi, bawang merah bisa, bisa saja cabai dan dicek Tim Pengendali Inflasi Pusat cek, daerah mana yang memiliki pasokan cabai yang melimpah atau pasokan beras yang melimpah, disambungkan. Ini harus disambungkan karena negara ini negara besar sekali (ada) 514 kabupaten/kota dan 37 provinsi dengan DOB (daerah otonomi baru) yang baru. Ini negara besar," tambah presiden.

Berdasarkan catatan Bank Indonesia maupun Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, inflasi di Indonesia saat ini mencapai 4,94 persen atau lebih besar dari target inflasi 3 persen +/- 1 persen namun masih lebih rendah dibanding negara-negara lain. "Lihat negara-negara lain coba, tinggi-tinggi banget sudah, di atas 5. Ada yang sudah di angka 79 persen, Uni Eropa sudah 8,9 persen, Amerika Serikat sudah 9,1 kemarin turun 8,5 persen, bukan sesuatu yang mudah dan ini menjadi momok semua negara," ungkap presiden.

Presiden Jokowi menyebutkan 5 provinsi dengan tingkat inflasi paling tinggi, yaitu Jambi (8,55 persen), Sumatera Barat (8,01 persen), Bangka Belitung (7,77 persen), Riau (7,04 persen), dan Aceh (6,97 persen). "Tolong ini dilihat secara detail yang menyebabkan ini apa. Agar bisa kita selesaikan bersama-sama dan bisa turun lagi di bawah 5 persen, syukur bisa di bawah 3 persen. Provinsi harus tahu posisi inflasi saya di angka berapa, nanti saya ke daerah, saya tanya jangan gelagapan tidak mengerti posisi inflasi provinsinya berada di angka berapa," tegas presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement