Kamis 18 Aug 2022 15:07 WIB

Komnas HAM Harap Sidang Kasus Paniai Pulihkan Harkat dan Martabat Korban

Pemulihan korban merupakan landasan dari lahirnya UU HAM Nomor 39/1999.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab (kanan) bersama Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani (kiri) memberikan keterangan usai pertemuan tertutup antara Kemenkumham, Komnas HAM dan Komnas Perempuan di Jakarta, Kamis (30/6/2022). Pertemuan tersebut membahas perumusan pengaturan kekerasan seksual dalam RUU Hukum Pidana.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab (kanan) bersama Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani (kiri) memberikan keterangan usai pertemuan tertutup antara Kemenkumham, Komnas HAM dan Komnas Perempuan di Jakarta, Kamis (30/6/2022). Pertemuan tersebut membahas perumusan pengaturan kekerasan seksual dalam RUU Hukum Pidana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berharap pengadilan HAM berat Paniai tak hanya fokus menjatuhkan hukuman bagi pelaku. Pengadilan juga mestinya mampu mengembalikan harkat dan martabat korban kejahatan HAM berat pada 2014 itu.

Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin menegaskan pengadilan HAM mestinya mampu mengembalikan harkat dan martabat korban sebagai manusia. Sehingga jiwa dan raga korban yang masih hidup serta keluarga korban meninggal dunia dapat merdeka dari ketakutan.

Baca Juga

"Ini bukan cuma vonis tapi pemulihan bagi korban. Jika bukan itu tujuan pengadilannya maka akan jadi hal biasa-biasa saja," kata Amiruddin dalam webinar pada Kamis (18/8/2022).

Amiruddin mengingatkan pemulihan korban merupakan landasan dari lahirnya Undang-Undang HAM Nomor 39 tahun 1999. "Kalau dilihat UU HAM tujuan utama pulihkan harkat dan martabat warga Indonesia yang menjadi korban atas peristiwa pelanggaran HAM berat," lanjut Amiruddin.

Bila merujuk UU HAM, Amiruddin menyinggung tugas lembaganya sebenarnya sudah selesai ketika kasus ini sudah di tahap persidangan. Walau demikian, ia memastikan tak lepas tangan dalam upaya pemulihan korban yang sudah menantikan keadilan selama delapan tahun.

"Tentang bagaimana pengadilan sudah jadi tanggungjawab lembaga lain, tapi kami nggak cuma baca UU (HAM) di atas kertas, tugas kami itu buat warga bisa hidup dalam kondisi HAM kondusif yaitu harkat dan martabat manusia dihargai baik, kalai tercederai bisa dipulihkan," tegas Amiruddin.

Atas dasar itu, Amiruddin mewanti-wanti sidang kasus Paniai merupakan ujian bagi lembaga hukum dan HAM. Ia mengajak segenap pihak supaya memantau sidang hingga melahirkan solusi bagi korban dan keluarga korban.

"Maka harus didorong sebaik-baiknya. Duduk bersama untuk koordinasi ini penting sehingga bisa antisipasi dan merespons perkembangan proses pengadilan ini. Tujuannya satu agar keluarga korban, korban mendapat keadilan," ujar Amiruddin.

Diketahui, dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai ini, penyidik pada Jampidsus, menetapkan IS sebagai tersangka tunggal, Jumat (1/4/2022). IS adalah anggota militer yang menjabat sebagai perwira penghubung saat peristiwa Paniai Berdarah terjadi 2014 lalu.

Tersangka IS dituding bertanggungjawab atas jatuhnya empat korban meninggal dunia, dan 21 orang lainnya luka-luka dalam peristiwa demonstrasi di Paniai. Mengacu rilis resmi, tim penyidik, menjerat IS dengan sangkaan Pasal 42 ayat (1) juncto Pasal 9 huruf a, juncto Pasal 7 huruf b UU 26/200 tentang Pengadilan HAM.

Rizky Suryarandika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement