Kamis 18 Aug 2022 17:55 WIB

Pakar PBB Simpulkan Telah Terjadi Kerja Paksa di Xinjiang

PBB menyimpulkan telah terjadi kerja paksa di wilayah Xinjiang barat China.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Para pekerja mengontrol pergerakan mesin penebar bibit kapas di areal perkebunan kapas di Prefektur Changji, Daerah Otonomi Xinjiang, China, Rabu (21/4/2021). Xinjiang diguncang isu kerja paksa terhadap etnis minoritas Muslim Uighur di perkebunan kapas, namun dibantah karena semua proses dikerjakan dengan mesin.
Foto: ANTARA/M. Irfan Ilmie
Para pekerja mengontrol pergerakan mesin penebar bibit kapas di areal perkebunan kapas di Prefektur Changji, Daerah Otonomi Xinjiang, China, Rabu (21/4/2021). Xinjiang diguncang isu kerja paksa terhadap etnis minoritas Muslim Uighur di perkebunan kapas, namun dibantah karena semua proses dikerjakan dengan mesin.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Pakar PBB dalam laporannya menyimpulkan bahwa telah terjadi kerja paksa di wilayah Xinjiang barat China. Menurutnya sangat masuk akal untuk menyimpulkan bahwa kerja paksa anggota kelompok minoritas telah terjadi di Xinjiang.

"Temuan itu berdasarkan penilaian independen atas informasi yang tersedia," kata Pelapor Khusus PBB tentang bentuk-bentuk perbudakan kontemporer, Tomoya Obokata di Twitter-nya pada Selasa (16/8/2022).

"Pelapor Khusus menganggap masuk akal untuk menyimpulkan bahwa kerja paksa di antara Uighur, Kazakh, dan etnis minoritas lainnya di sektor-sektor seperti pertanian dan manufaktur telah terjadi di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang di China," ujarnya menambahkan.

Tomoya Obokata mengatakan dalam laporannya bahwa terdapat dua sistem mandat negara yang berbeda di Xinjiang, yakni sistem pusat pendidikan dan pelatihan keterampilan kejuruan. Minoritas ditahan dan dikenai penempatan kerja, dan pengentasan kemiskinan melalui sistem transfer tenaga kerja yang melibatkan pekerja pedesaan.

"Sementara program ini dapat menciptakan kesempatan kerja bagi minoritas dan meningkatkan pendapatan mereka, seperti yang diklaim oleh Pemerintah, Pelapor Khusus menganggap bahwa indikator kerja paksa yang menunjuk pada sifat kerja paksa yang diberikan oleh masyarakat yang terkena dampak telah hadir dalam banyak kasus," kata laporan setebal 20 halaman.

Laporan itu juga mencakup isu-isu dan keprihatinan kontemporer terkait perbudakan di negara-negara lain. China menolak semua tuduhan tersebut terhadap Uighur dan kelompok minoritas lainnya di Xinjiang. Laporan tersebut tertanggal 16 Juli tersedia untuk umum di perpustalaan dokumen PBB.

Kementerian luar negeri China pada Rabu mengulangi penyangkalan Beijing bahwa tidak pernah ada kerja paksa di Xinjiang. China juga membela catatannya dalam melindungi hak-hak pekerja dan sangat mengkritik temuan laporan tersebut.

"Seorang pelapor khusus memilih untuk percaya pada kebohongan dan disinformasi tentang Xinjiang yang disebarkan oleh AS dan beberapa negara Barat lainnya serta pasukan anti-China," kata juru bicara kementerian luar negeri China Wang Wenbin dalam pengarahan harian di Beijing.

Laporan Obokata terpisah dari laporan yang sangat ditunggu-tunggu tentang hak asasi manusia di Xinjiang yang disiapkan oleh Komisaris Tinggi PBB Michelle Bachelet. Ia sebelumnya telah berjanji untuk menerbitkannya sebelum mengakhiri jabatannya pada akhir bulan ini.

Bulan lalu Reuters melaporkan bahwa China telah berusaha untuk menghentikan formulir Bachelet yang merilis laporannya. Ini mengutip surat China yang ditinjau oleh Reuters dan diplomat yang menerimanya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement