Oleh : Heka Hertanto, Ketua Umum Artha Graha Peduli
REPUBLIKA.CO.ID, Indonesia pada 17 Agustus 2022 memperingati hari kemerdekaannya yang ke -77. Kemerdekaan Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan oleh negara lain selama 350 tahun ini tidak terlepas dari tingginya peranan para pemuda Indonesia dalam mewujudkan kemerdekaan tersebut.
Awal abad ke-20 merupakan tonggak sejarah perubahan di Indonesia, karena pada saat itu kelompok pemuda nusantara tampil sebagai pelopor gerakan untuk memperjuangkan perubahan dan terbebas dari belenggu penjajahan Belanda. Gerakan para pemuda ini terinspirasi dengan adanya kemenangan beberapa peristiwa sejarah penting seperti kemenangan Jepang terhadap Rusia dalam perang Russia -Jepang pada tahun 1904– 1905 dan keberhasilan kelompok muda Turki dalam menggulingkan kekuasaan Kesultanan Ottoman di tahun 1908. Gelombang gerakan semangat nasionalisme pun bermunculan di Asia yang ditandai dengan bermunculan nya organisasi modern di banyak negara Asia yang saat itu banyak dijajah oleh negara–negara Eropa.
Munculnya semangat nasionalisme di Indonesia ditandai dengan berdirinya sebuah organisasi modern pertama bernama “Perkoempoelan Boedi Oetomo” tanggal 2 Mei 1908 yang dibentuk oleh para tokoh pemuda nasional. Organisasi ini bertujuan untuk memperbaiki kehidupan ekonomi masyarakat dengan bergerak dalam bidang budaya dan pendidikan yang pada awalnya didirikan untuk membantu orang–orang pribumi yang ingin bersekolah tatapi tidak memiliki biaya. Organisasi ini semakin berkembang yang ditandai dengan semakin banyak nya tokoh pemuda nusantara yang bergabung dalam organisasi ini.
Diterapkannya struktur dan tata kelola organisasi modern yang diterapkan dalam Boedi Oetomo, membuat mulai bermunculannya organisasi pemuda lain yang bersifat kedaerahan atau keagamaan seperti Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Minahasa dan lain–lain. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap terbentuknya kesadaran nasionalisme bangsa Indonesia (Yulianti,et.al; 2013). Sejak saat itu para pemuda Indonesia menjadi unsur penting nasional untuk mewujudkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Indonesia diberikan anugerah menjadi negara kepulauan yang terbesar di dunia yang memiliki 17 ribu lebih pulau, tujuh ribu pulau di antaranya berpenghuni dengan berbagai macam etnisitas, sub-kultur serta bahasa lokal yang berjumlah ratusan dengan budaya dan bahasa khasnya masing-masing. Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2010 mencatat bahwa Indonesia memiliki 1.340 suku dengan sekitar 300 kelompok etnis serta memiiki 1.211 dialek bahasa daerah yang tersebar di 16.056 pulau.
Masyarakat Indonesia kaya akan potensi keragaman dalam berbagai aspek, yakni; agama, suku, etnis, bahasa, dan adat istiadat, tentunya kemajemukan tersebut harus diolah dan dikonsep agar tercipta integrasi, harmoni dan keutuhan dalam masyarakat (Hakim, et.al, 2021).
Beragamnya suku dan budaya ini tentunya menjadi tantangan bagi seluruh unsur bangsa untuk tetap menjaga menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah memasuki 77 tahun kemerdekaan, merdeka dari penjajahan oleh negara lain yang sebelumnya butuh waktu yang tidak sedikit untuk bisa menaklukkan Nusantara. Generasi milenial mesti paham Indonesia tidak dijajah selama 350 tahun.
Pelurusan benang sejarah yakni butuh waktu 350 tahun untuk mengalahkan Ibu Pertiwi. Dengan kemerdekaan yang sudah dirasakan selama 77 tahun, rakyat perlu selalu menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai wujud nasionalisme.
Generasi milenial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah individu yang lahir di antara tahun 1980-an dan 2000-an. Maka di era sekarang ini, kepemimpinan didominasi oleh individu individu dari generasi milenial (Pamukti, 2020). Sampai tahun 2032 akan banyak sektor-sektor kehidupan masyarakat Indonesia yang akan dikuasai oleh generasi milenial baik sector politik pemerintahan, ekonomi, angkatan bersenjata dan lainnya.
Kaum milineal merupakan asset bangsa karena akan menjadi tokoh penentu pembangunan dan perbaikan sendi–sendi kehidupan masyarakat. Namun yang menjadi masalah adalah arus globalisasi yang semakin kuat memunculkan perkembangan teknologi dan masuknya kebiasaan atau budaya dari luar yang justru membuat
pola pikir dari generasi milenial berubah. Ke depannya, sektor pengusaha-pengusaha atau perusahaan kecil maupun besar, menteri, pimpinan politk akan semakin banyak dipimpin oleh generasi milenial.
Generasi ini merupakan aset dari suatu Negara. Sebab, ke depannya merekalah yang akan menjadi tonggak dalam melakukan pembangunan dan perbaikan kehidupan Indonesia di masa datang. Namun yang menjadi masalah adalah arus globalisasi yang semakin kuat memunculkan perkembangan teknologi dan masuknya kebiasaan atau budaya dari luar yang justru membuat pola pikir dari generasi milenial berubah (Pamukti, 2020).