Kamis 18 Aug 2022 21:55 WIB

WHO: Rasisme Buat Perang di Ethiopia tak Dapat Perhatian Dunia

WHO mempertanyakan perang Ethiopia yang tak dapat perhatian yang sama dengan Ukraina

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Tentara pemerintah Ethiopia naik di belakang truk di jalan dekat Agula, utara Mekele, di wilayah Tigray di Ethiopia utara pada Sabtu, 8 Mei 2021. Perdana Menteri Abiy Ahmed telah pergi ke medan perang untuk memimpin pasukan militer negaranya , pemerintahnya mengumumkan Rabu, 24 November 2021.
Foto: AP/Ben Curtis
Tentara pemerintah Ethiopia naik di belakang truk di jalan dekat Agula, utara Mekele, di wilayah Tigray di Ethiopia utara pada Sabtu, 8 Mei 2021. Perdana Menteri Abiy Ahmed telah pergi ke medan perang untuk memimpin pasukan militer negaranya , pemerintahnya mengumumkan Rabu, 24 November 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan rasisme berada di balik kurangnya perhatian internasional yang diberikan pada nasib warga sipil di wilayah Tigray yang dilanda perang di Ethiopia. Dia menyebutnya sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

"Mungkin karena warna kulit warganya," kata Tedros yang berasal dari Tigray dalam jumpa pers virtual pada Rabu (17/8/2022).

Pada April tahun ini dalam sebuah pengarahan, Tedros mempertanyakan apakah kehidupan kulit hitam dan putih dalam keadaan darurat di seluruh dunia diberikan perhatian yang sama. Dia mempertanyakan secara emosional mengapa situasinya tidak mendapatkan perhatian yang sama dengan konflik Ukraina. Padahal sebanyak enam juta orang tidak dapat mengakses layanan dasar.

Direktur kedaruratan WHO Mike Ryan juga mengecam kurangnya kekhawatiran tentang kekeringan dan kelaparan yang terjadi di Tanduk Afrika dan krisis kesehatan berikutnya. "Sepertinya tidak ada yang peduli tentang apa yang terjadi di Tanduk Afrika," kata Ryan.

WHO menyerukan 123,7 juta dolar AS untuk mengatasi masalah kesehatan akibat meningkatnya kekurangan gizi di wilayah tersebut. Sekitar 200 juta orang hidup dan jutaan orang kelaparan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement