REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Dinas Kelautan dan Perikanan Papua Barat meminta semua pihak di Papua Barat bersama-sama menjaga terumbu karang dari aktifitas pengeboman ikan khususnya di kawasan segi tiga terumbu karang dunia di Kabupaten Raja Ampat. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Papua Barat, Jacobis Ayomi di Manokwari, Kamis (18/8/2022) meminta pengawasan dilakukan semua pihak untuk mencegah terjadinya pengeboman ikan yang berdampak pada kerusakan terumbu karang khususnya di Pulau Kofiau dan Pulau Boo, Raja Ampat.
"Dua pulau itu masuk wilayah kerja Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) tapi kami selalu bekerja bersama untuk melakukan pengawasan dengan melibatkan beberapa LSM. Kami berharap masyarakat juga berpartisipasi dengan memberikan laporan dan pengawasan agar terumbu karang tidak dirusak," kata dia.
Ayomi menambahkan Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Kepulauan Raja Ampat memiliki personel jaga laut yang terbatas untuk melakukan pengawasan. "Kadang ketika personel jaga laut pergi, ada nelayan yang datang dan melakukan pengeboman ikan. Itu terjadi karena kami kekurangan personel," ungkap Ayomi.
Sejauh ini pihaknya masih terus mengumpulkan bukti-bukti jika terjadi pengeboman ikan di laut. Ayomi mengatakan dalam beberapa kasus pihaknya mengandalkan hukum adat setempat sebab kekurangan bukti.
"Memang pernah ada yang kita amankan perahu dan orang-orangnya, tapi alat bukti untuk dilaporkan ke polisi kurang sehingga kami memilih untuk menyerahkan pelaku ke masyarakat untuk disidangkan secara adat," jelas Ayomi.
Ia menilai peran masyarakat untuk menyidangkan secara adat para pelaku pengeboman ikan di Raja Ampat selama ini berjalan dengan adil. Luas wilayah terumbu karang di Pulau Kofiau dan Pulau Boo mencapai 170 ribu hektar. Pengeboman ikan di wilayah itu disebut menyebabkan area luas terumbu karang menyusut menjadi 75 persen.