Jumat 19 Aug 2022 06:09 WIB

BI Tegaskan Belum Perlu Naikkan Suku Bunga Acuan

Saat ini, BI lebih mengarahkan pada stabilisasi nilai tukar rupiah.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menegaskan tidak akan terburu-buru menaikan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate. Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan BI belum perlu menaikan suku bunga acuan.

"Sementara ini, kami belum perlu untuk menaikkan suku bunga, karena tadi ada subsidi, pengendalian inflasi pangan sehingga dari sisi kebijakan suku bunga tidak harus buru-buru menaikkan, sehingga kita masih bisa menjaga stabilitas untuk mendorong pemulihan ekonomi," katanya dalam press statement Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2022, Kamis (18/8/2022).

Baca Juga

Perry mengatakan kebijakan moneter seperti suku bunga acuan akan digunakan untuk pro stabilitas. Saat ini, BI lebih mengarahkan pada stabilisasi nilai tukar rupiah yang telah terdepresiasi sebesar 3,5 persen (ytd).

Perry menyebut depresiasi ini masih lebih baik dibandingkan dengan negara-negara peers lainnya. BI melakukan intervensi agar pelemahan rupiah tidak mengganggu stabilitas harga dalam negeri.

"Intervensi kami lakukan untuk stabilisasi rupiah supaya tidak kemudian mengganggu stabilitas pembangunan ekonomi dan juga agar rakyat tidak merasakan transmisi langsung dari harga global," katanya.

Perry memastikan intervensi ini dilakukan secara terukur dan memadai, serta tidak berlebihan. Menurutnya, pengendalian likuiditas secara tidak berlebih-lebihan agar tidak digunakan untuk spekulasi, tapi juga tidak kekurangan supaya perbankan bisa terus menyalurkan kredit.

Dari sisi pengendalian inflasi, Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan telah diluncurkan dengan tujuan menurunkan inflasi pangan ke level maksimal enam persen. Per Juli 2022, inflasi pangan tercatat sebesar 11,47 persen.

Fokus utama pengendalian inflasi pangan dalam negeri adalah memastikan ketersediaan pasokan, distribusi, serta sinergi antar daerah. Perry mengatakan, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada tahun ini berisiko melebihi batas sasaran 2-4 persen.

Hal ini terutama karena tingginya harga energi dan pangan global, gangguan cuaca, serta kesenjangan pasokan antar waktu dan antar daerah dalam negeri. Masih berlanjutnya ketidakpastian juga diperkirakan akan meningkatkan inflasi dari sisi permintaan untuk ke depannya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement