REPUBLIKA.CO.ID, HELSINKI -- Dua jet tempur MiG-31 milik Rusia diduga melanggar wilayah udara Finlandia, di dekat kota pesisir Porvoo di Teluk Finlandia. Pelanggaran itu diduga terjadi pada pukul 06.40 pada Kamis (18/8/2022) waktu setempat.
Kepala Komunikasi Kementerian Pertahanan Finlandia, Kristian Vakkuri, mengatakan, jet-jet Rusia itu menuju ke barat. Dia menambahkan, pesawat jet itu berada di wilayah udara Finlandia selama dua menit.
"Kedalaman dugaan pelanggaran ke wilayah udara Finlandia adalah satu kilometer," kata Vakkuri, dilansir Aljazirah, Jumat (19/8/2022).
Tetapi Vakkuri tidak menjelaskan apakah pesawat itu dikawal keluar. Angkatan udara Finlandia mengirim "misi penerbangan operasional" dan mengidentifikasi jet MiG-31. Penjaga Perbatasan telah meluncurkan penyelidikan atas pelanggaran tersebut.
Insiden itu terjadi saat Finlandia sedang berupaya mendapatkan keanggotaan NATO, setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Finlandia berbagi perbatasan wilayah timur sepanjang 1.300 kilometer dengan Rusia. Finlandia membalikkan tradisi non-blok militer dengan berupaya mendapatkan keanggotaan NATO pada Mei, setelah diguncang oleh serangan Moskow di Ukraina.
Dinas Keamanan dan Intelijen Finlandia pada Mej memperingatkan, "Rusia memiliki keinginan" untuk mempengaruhi proses aplikasi NATO di Finlandia. Pengesahan Finlandia dan Swedia sebagai anggota NATO membutuhkan proses panjang hingga satu tahun. Kedua negara itu harus mendapatkan persetujuan dari 30 anggota NATO. Aksesi Finlandia dan Swedia ke NATO akan menandai salah satu perubahan terbesar dalam keamanan Eropa dalam beberapa dekade. Hal ini semakin meningkatkan isolasi strategis Rusia.
Menurut daftar NATO, tujuh negara anggota belum secara resmi menyetujui entri ganda baru. Tujuh negara tersebut yaitu Republik Ceko, Yunani, Hongaria, Portugal, Slovakia, Spanyol, dan Turki.
Turki telah mengajukan tantangan yang menuntut konsesi tertentu dari Finlandia dan Swedia untuk mendukung keanggotaan mereka. Ankara telah menuntut ekstradisi terhadap puluhan penentang pemerintah yang diberi label "teroris" dari kedua negara sebagai imbalan atas dukungannya.