REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Syamsul Yakin
Perilaku terpuji dan perilaku tercela tak pernah habis dibahas. Ribuan lembar karya ulama ditulis untuk mencegah perilaku tercela. Alasannya, perilaku tercela meniscayakan disharmoni kehidupan. Untuk itu ulama menawarkan perilaku terpuji untuk menghalangi berjangkitnya perilaku tercela yang juga dapat merusak keimanan.
Misalnya, dalam Nashaihul Ibad, Syaikh Nawawi mengomentari perkataan Malik bin Dinar yang berkata, "Halangilah tiga perilaku dengan tiga perilaku lainnya hingga kamu jadi seorang mukmin". Bagi Syaikh Nawawi, maksud perkataan Malik bin Dinar ini adalah, "Cegahlah tiga perilaku tercela dengan tiga perilaku terpuji.” Tujuannya, lanjut Syaikh Nawawi, "Agar kamu jadi mukmin sejati, yakni mukmin yang benar keimanannya".
Pertama, kata Malik bin Dinar, halangilah takabur dengan tawadhu. Dalam bahasa kita takabur adalah sombong atau menganggap diri besar, sementara tawadhu adalah rendah hati (bukan rendah diri). Sebab orang yang rendah diri belum tentu rendah hati.
Menurut Syaikh Nawawi, takabur adalah memandang diri sendiri dengan pandangan mulia, sementara orang lain dipandang hina. Lawan dari perilaku takabur adalah tawadhu. Takabur berbeda dengan ujub. Perilaku takabur muncul karena mempunyai kedudukan (pangkat dan jabatan), sedangkan ujub muncul karena memiliki keutamaan (ilmu dan ketampanan).
Dalam bahasa lain, kondisi takabur terjadi karena menganggap dirinya lebih mulia dari orang yang belajar kepadanya. Ujub terjadi dengan bertambahnya orang yang belajar kepadanya, dia merasa banyak memiliki keutamaan. Dengan demikian perilaku takabur bisa terjadi secara berbarengan dengan perilaku ujub. Cara mencegahnya, kata Malik bin Dinar, berperilakulah rendah hati. Karena memang sejatinya kedudukan dan keutamaan berasal dari Allah, pemberian Allah.
Kedua, lanjut Malik bin Dinar, halangilah serakah dengan qana'ah. Syaikh Nawawi menjelaskan bahwa serakah itu berambisi pada apa yang diinginkan. Dari definisi ini dapat dipahami perilaku serakah memungkinkan orang lain tidak dapat bagian, akibat ambisi yang kuat untuk memiliki sesuatu. Perilaku serakah ini dapat dicegah dengan merasa cukup puas dengan yang Allah beri atau qana'ah.
Perlu dipahami bahwa perilaku serakah tidak identik dengan orang kaya, pun perilaku qana'ah tidak identik dengan orang miskin. Bisa sangat mungkin ada orang kaya yang qana'ah dan sebaliknya, orang miskin malah serakah. Namun idealnya, orang kaya itu seharusnya qana'ah. Walau masih pantas kalau ada orang kaya yang serakah. Tapi sangat tidak pantas kalau ada orang miskin yang serakah.
Ketiga, halangilah rasa dengki dengan nasihat. Bagi Syaikh Nawawi, dengki adalah membayangkan kenikmatan yang dimiliki orang lain beralih kepada dirinya. Jadi dengki tidak suka melihat orang lain kaya. Orang dengki ingin agar kekayaan itu beralih kepadanya. Inilah yang disebut dengan dengki nikmat. Perasaan dengki dapat dicegah dengan banyak memberi nasehat. Sebab ketika dia sedang memberi nasihat kepada orang lain, sejatinya dia sedang menasehati dirinya sendiri.
Menurut Syaikh Nawawi, nasehat ada dua: mengajak berbuat baik dan melarang berbuat kerusakan. Dengki adalah kerusakan yang harus dicegah dengan nasihat untuk berbuat baik. Perilaku dengki sendiri pada waktunya dapat mendegradasi keimanan. Apalagi sebenarnya di dalam diri manusia antara dengki dan keimanan adalah pilihan yang saling menegasikan. Seperti sabda Nabi yang dikutip Syaikh Nawawi, "Keimanan dan kedengkian tidak akan bersatu di dalam diri seorang mukmin".
Jadi takabur, serakah, dan dengki bisa dicegah dengan tawadhu, qana'ah, dan nasehat. Inilah tiga penyakit hati dan tiga obatnya masing-masing. Mencegahnya perlu upaya sungguh-sungguh, berulang-ulang, dan dalam waktu yang panjang seperti halnya berperilaku takabur, serakah, dan dengki. Tawadhu, qana'ah, dan nasihat adalah obat hati yang tak boleh berhenti dikonsumsi. Sebab seseorang tidak boleh menganggap dirinya telah terbebas dari takabur, serakah, dan dengki.