Jumat 19 Aug 2022 17:32 WIB

Fenomena 'Bubble Burst' Dinilai Jangan Jadi Hal yang Menakutkan untuk Start Up

Kominfo akan terus fokus menyiapkan infrastruktur internet.

Red: Gilang Akbar Prambadi
Ilustrasi Bisnis Rintisan atau Startup
Foto: pixabay
Ilustrasi Bisnis Rintisan atau Startup

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena bubble burst dimina jangan jadi hantu yang menakutkan bagi perusahaan rintisan di Indonesia (startup). Ini karena fundamental perusahaan rintisan di Indonesia masih cukup bagus. Selain itu, ekosistem digital di Indonesia juga belum terlalu besar sehingga tidak terlalu terpengaruh terhadap fenomena bubble burst yang melanda di Amerika Serikat.

Demikian benang merah yang diambil dari diskusi Fenomena Bubble Burst: Jalan Terjal Startup Indonesia yang digelar Katadata Indonesia Bersama Impactto.io yang digelar secara virtual pada Jumat (18/8/2022).

Baca Juga

Bubble burst merupakan sebuah fenomena pertumbuhan ekonomi atau nilai pasar naik sangat cepat, khususnya harga aset namun diikuti oleh penurunan nilai yang cepat atau kontraksi. Pada umumnya gelembung yang disebabkan lonjakan harga aset didorong oleh perilaku pasar yang tinggi. Fenomena ini membuat sejumalh perusahaan rintisan di Indonesia berhenti operasi dan mem-PHK karyawan.

Managing Partners East Ventures Roderick Purwana mengatakan, kondisi yang dialami perusahaan rintisan di Indonesia saat ini dikarenakan banyak faktor antara lain krisis geopolitical yaitu perang di Ukraina serta proses pemulihan dari pandemi Covid-19.

“Kenapa orang bilang sekarang winter is coming, mungkin karena memang paralel dengan adanya krisis geopolitik di Ukraina, recovery pandemi. Implikasinya tidak terlalu besar ke Indonesia karena ekosistem digital yang masih tarif awal. Dampak yang terasa paling besar hanya ke ekspektasi valuasi perusahaan,” kata Roderick saat menjadi pembicara di diskusi virtual, Jumat (18/8/2022).

Roderick menambahkan, perjalanan perusahaan rintisan itu memang terjal dan bukan hanya saat ini saja. Dia mengatakan, perusahaan rintisan perlu waktu untuk membuat produk dan diterima oleh pasar. Karena itu, perusahaan rintisan yang punya fundamental kuat tidak akan terpengaruh dengan fenomena bubble burst.

CEO Katadata Indonesia Metta Dharmasaputra mengatakan, fenomena bubble burst yang menimpa perusahaan rintisan di Indonesia saat ini adalah bagian dari revolusi industri keempat.

Menurut Metta, transformasi digital justru terjadi ketika Covid-19 melanda dunia. Berdasarkan data dari Google Temasek, selama 2015-2019 populasi yang terhubung internet bertambah 100 juta. Sedangkan selama dua tahun pandemic bertambah 80 juta.

Metta menjelaskan, pengguna internet akan bertambah terus. 9 dari 10 new digital consumer akan berlanjut dan yang menarik outlook ke depan wilayah Asia Tenggara akan masuki tahap decade digital. Nilai internet ekonomi pada 2021 mencapai 170 miliar dollar AS dan bertambah menjadi 360 miliar dollar AS pada empat tahun kemudian serta jadi 1 triliun dollar AS pada 2030.

“Lalu di mana posisi Indonesia, Indonesia diperkirakan akan jadi pemain digital terbesar di Asia Tenggara angkanya pada 2020 berjumlah 47 miliar dollar AS, pada 2021 menjadi 70 miliar dolar AS dan diperkirakan pada 2025 menjadi 146 miliar dolar AS. Angka-angka ini membawa titik optimisme baru bahawa digital ekonomi akan terus mewarnai perekonomian Indonesia dan bubble burst bukan fenomena hantu yang menakutkan,” kata Metta.

Managing Partners Impactto.io Italo Gani mengatakan, perusahaan rintisan dengan fundamental yang baik akan bisa bertahan dari fenomena bubble burst. Kata dia, ini bukan kali pertama muncul istilah winter is coming karena pada 2016 juga sempat muncul kalimat tersebut.

“Good company akan survive karena pada dasarnya startup itu kan mencari solusi dari suatu masalah. Dan, tiap startup memerlukan waktu yang berbeda-beda untuk bisa menawarkan produknya ke pasar dan bisa diterima. Contohnya Aruna, startup di bidang perikanan. Mereka perlu waktu lama sebelum akhirnya bisa ekspor ikan ke luar negeri,” jata Italo.

Koordinator Startup Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika Sonny Sudaryana mengatakan, situasi yang dihadapi perusahaan rintisan di Indonesia dalam enam bulan terakhir masih dalam taraf normal. Dia mengatakan, Kominfo akan terus fokus menyiapkan infrastruktur internet sehingga perusahaan rintisan bisa memperluas pasar hingga ke seluruh wilayah di Indonesia.

“Kominfo akan bangun 500 BTS, fiber optic sepanjang 490 ribu kilometer yang menghubungkan wilayah timur, tengah dan barat serta memaksimalkan 5 satelit telekomunikasi nasional dan 4 tambahan yang kita sewa serta pengadaan Satria 1 yang operasi pada Q3 2023 serta Satria 2 pada 2024 dan Satria 3 pada 2030, tujuan utama adalah pemerataan internet di seluruh Indonesia,” ujar Sonny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement